Menyikapi Kenaikan Harga Barang Pokok

Muslimah
Admin WIM
26 Jan 2019
Menyikapi Kenaikan Harga Barang Pokok

Akhir dan awal tahun, agenda setiap orang mengevaluasi dan menetapkan kembali target ke depannya atau biasa disebut dengan resolusi. Resolusi biasanya berkaitan dengan karir, target pencapaian, pengembangan bisnis, dsb. Nah, di awal tahun 2019 ini ternyata ada satu persoalan yang viral di masyarakat. Terutama di kalangan ibu rumah tangga yakni harga barang pokok yang naik melejit. Bukan hanya harga kebutuhan pokok, tetapi juga kebutuhan-kebutuhan pendukung lainnya.

Ragam komentar pun bermunculan,

“100.000 kalau dibawa ke pasar cuma dapat segini?”

“Uang belanja 50.000 sepertinya belum cukup”

“Kasihan penjual online kalau ongkos kirim juga naik.”

Salah satu kekhawatiran manusia adalah persoalan terpenuhinya kebutuhan sehari-hari. Padahal rezeki sudah menjadi tanggungan Allah Subhanahu wata'ala. Allah telah menetapkan bahwa setiap yang terjadi di muka bumi ini telah dicatat di Lauhul Mahfuzh, 50.000 tahun yang lalu sebelum langit dan bumi diciptakan. Termasuk juga rezeki kita sudah dijamin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَتبَ ا ﷲُ مَقادیرَ الْخَلاَئقِ قبْلَ أنْ یخْلقَ الَّ سمَوَاتِ

وَالأَرْضَ بخَمْسِینَ ألْفَ سَنةٍ

“Allah telah mencatat takdir setiap makhluk sebelum 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim)

{وَمَا مِنْ داَّ بةٍ في الأرض إلا عَلى اﷲ رِزْقُهَا وَیعْلمُ مُسْتقَّ رهَا وَمُسْتوْدعَهَا كُ ٌّ ل في كِتابٍ مُبینٍ }

Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya. (tertulis dalam kitab yang nyata (Al Lauh Al Mahfuz).” (QS. Huud: 6)

Selama makhluk tersebut masih hidup maka insya Allah rezekinya pun akan tetap ada. Dan setiap makhluk yang meninggal pasti telah mendapatkan semua rezeki yang telah Allah takdirkan untuknya. Meski begitu, salah satu ketetapan Allah yang tentu mengandung hikmah adalah adanya kelapangan dan kesempitan bagi hamba-Nya yang telah ditetapkannya. Allah Subhanahu wata'ala berfirman,

إَّ ن رََّ بكَ یبْسُطُ الِّ رزْقَ لمَنْ یشَاءُ وَیقْدرُ إَّ نهُ كَانَ بعِبادهِ خَبیرًا بصِیرًا

“Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki), sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra: 30)

Ibnu Katsir menjelaskan, “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Melihat manakah di antara hamba-Nya yang pantas kaya dan pantas miskin. Allah menjadikan kaya dan miskin bagi siapa saja yang Allah kehendaki. Di balik semua itu ada hikmah.”

Harga kebutuhan yang mengalami kenaikan adalah kesulitan kecil yang akan dialami manusia. Kenaikan harga bukan berarti rezeki kita berkurang Boleh jadi meskipun terjadi kenaikan harga, rezeki juga bertambah, jumlah dan berkahnya. Lantas bagaimana menyikapi fenomena kenaikan harga barang?

1. Tetap bersyukur

Bagaimana pun kondisi yang terjadi, sikap yang harus dikedepankan adalah tetap banyak bersyukur kepada Allah. Dalam agama Islam, untuk urusan kehidupan dunia kita diajarkan untuk melihat orang-orang yang berada dibawah kita. Sesulit apapun kondisi yang dialami, masih banyak saudara yang barangkali lebih kesusahan.

2. Banyak berdoa dan beristighfar

Manusia jika ingin mengandalkan kemampuan dirinya, mencukupkan dengan perhitungan logikanya, tanpa menyandarkan diri dan urusannya kepada Allah maka akan pelik. Maka memulai segala urusan termasuk dalam menjemput rezeki, jangan lupa untuk selalu melangitkan doa dan mengantungkan harapan kepada Ar Razzak agar kiranya memberkahi dan memudahkan segala usaha kita. Allah Ta'ala berfirman:

وَإذا سَألكَ عِبادي عَِّ ني فإِّ ني قرِیبٌۖ أجِیبُ دعْوَةَ الَّ داعِ إذا دعَانِۖ فلْیسْتجِیبُوا لي وَلْیُؤْمِنُوا بي لعَل َّ هُمْ

یرْشُدُونَ

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah),“bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Aku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada (dalam kebenaran”. (QS. Al-Baqarah: 186)

Disamping memperbanyak doa, juga dianjurkan untuk senantiasa beristighfar, memohon ampun kepada Allah. Dosa-dosa manusia bisa menjadi penghalang datangnya kenikmatan

“فقُلْتُ اسْتغِْفرُوا رََّ بكُمْ ِ إَّ نهُ كَانَ غََّ فارا . یُرِْسِل الَّ سمَاء عَلیْكُم مدْرَارا . وَیُمِْددْكُمْبأمْوَاٍل وَبِنینَ وَیجْعَل َّ ل كُ مْ جََّ نات

وَیجْعَل ل َّ كُمْ أنْهَارًا” Allah Subhanahu wata'ala

Artinya: “Aku (Nabi Nuh) berkata (pada mereka), “Beristighfarlah kepada Rabb kalian, sungguh Dia Maha Pengampun. Niscaya Dia akan menurunkan kepada kalian hujan yang lebat dari langit. Dan Dia akan memperbanyak harta serta anak-anakmu, juga mengadakan kebun-kebun dan sungai-sungai untukmu”. (QS. Nuh: 10-1) Kesulitan demi kesulitan yang dialami manusia, termasuk kesempitan rezeki boleh jadi berupa ujian dari Allah, boleh jadi pula karena dosa-dosa kita kepada Allah Subhanahu wata'ala. Istighfar diharapkan mampu meluruhkan dosa-dosa sehingga bisa mendatangkan kenikmatan Allah Subhanahu wata'ala

3. Menyempurnakan ikhtiar

Rezeki memang sudah ditanggung oleh Allah, namun ia tetap diusahakan, bukan berpangku tangan dan hanya menunggu. Rezeki yang menjadi tanggungan Allah tetap harus diupayakan dengan jerih payah, menempuh sebab-sebab datangnya rezeki tersebut. Yakinlah bahwa tidak akan mati seseorang jika masih ada jatah rezeki yang belum sampai padanya. Menyempurnakan ikhtiar bisa dengan semakin giat, bekerja, mencari peluang datangnya rezeki di tempat lain, memperbesar bisnis. Namun, menyempurnakan ikhtiar bukan berarti bekerja mulai matahari terbit, dan terbenam matahari pun masih bekerja bahkan hingga larut malam, yang bisa menyebabkan diri menjadi lupa ibadah dan lupa menuntut ilmu. Menyempurnakan ikhtiar dengan tentu saja tak melupakan ibadah dan kedekatan kepada Allah Subhanahu wata'ala

4. Tawakal kepada Allah

Setelah menyempurnakan ikhtiar, saatnya menyerahkan hasilnya kepada Allah. “Jika saja kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada seeokor burung yang di pagi hari ia keluar dari sarangnya dalam keadaan perut kosong kelaparan dan pulang dengan perut yang penuh kekenyangan.” (Dari Umar Bin Khattab, diriwayatkan oleh al Imam Ahmad, Nasai, Tirmidzi. Burung, salah satu makhluk Allah, diberikan rejeki yang mencukupi, keluar di pagi hari dengan kondisi perut kosong, pulang di sore hari dalam keadaan kenyang bahkan membawa makanan untuk anak-anaknya. Burung mencari rejeki dan pulang sore, tidak hingga larut malam dan tetap bisa makan dengan anak-anaknya.

Sahabat pembaca, semoga senantiasa dimudahkan dalam menjadi rezeki yang halal. Ingatlah, cicak yang hanya bisa merayap ternyata tetap mendapatkan rezekinya berupa nyamuk yang terbang. Rezeki sudah ditetapkan Allah sesuai dengan qadar masing-masing. Tugas kita mencarinya dengan cara yang diridhoi Allah Subhanahu wata'ala.


Penulis: Fitri Wahyuni

Editor : Muhammad Ridwan Mappaterru, LC

Baca Juga