CINTA RASUL BUKAN KLAIM SEMATA

Naskah Khutbah
Asdar
13 Oct 2022
CINTA RASUL BUKAN KLAIM SEMATA

JUMAT, 18 Rabiul Awwal 1444 H / 14 Oktober 2022 M

Oleh Rachmat Badani, Lc., M.A.

Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar

KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُ..

اللهم صلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،  وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ ِبِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّار

أيها الناس رحمكم الله

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Bertakwalah kepada Allah ‘azza wa jalla dengan sebenar-benarnya ketakwaan, dengan mengamalkan perintah Allah atas dasar ilmu karena mengharapkan ganjaran pahala dari-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan Allah atas dasar ilmu karena takut akan azab-Nya.

Salawat dan salam semoga senantiasa terhaturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya serta kepada setiap pengikutnya yang konsisten menjalankan syariatnya.

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah menciptakan manusia dengan fitrah untuk mencintai sesama mereka. Rasa cinta tersebut tentu saja dipengaruhi oleh beragam sebab. Ada orang yang mencintai orang lain karena alasan pertalian keluarga seperti seorang ayah atau ibu yang mencintai anak-anaknya, dan demikian pula sebaliknya, atau seseorang yang mencintai saudara-saudari dan sanak familinya. Ada yang mencintai orang lain karena faktor fisik yang dimilikinya, seperti seorang yang mencintai pasangannya karena alasan fisik. Dan ada pula yang mencintai orang lain karena alasan perbuatan baik yang diterimanya dari orang tersebut.

Namun dari semua orang yang kita cintai dan dari seluruh alasan yang ada, maka satu-satunya yang hendaknya kita kedepankan adalah mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dengan alasan yang tertinggi dan termulia yaitu mencintainya karena Allah dan karena syariat-Nya.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى أَكُوْنَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ

Artinya: Tak beriman salah seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya dari orang tuanya, anak keturunannya, dan seluruh manusia. (HR. Bukhari dan Muslim ).

Dalam riwayat Muslim melalui jalur ‘Abdul Warits bin Sa’id At-Tannury rahimahullah terdapat tambahan lafadz “harta”, hingga ia senada dengan firman Allah subhanahu wata’ala:

قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Terjemahnya: Katakanlah: Jika orang tua, anak keturunan, istri-istri, kaum keluarga, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik (QS. At-Taubah ayat 24).

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Penafian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap keimanan seseorang dalam hadis Anas di atas bermakna penafian terhadap kesempurnaan iman yang wajib, yang dengan kesempurnaan tersebut seseorang akan selamat dari ancaman neraka Allah serta berhak memasuki surga-Nya. Hal itu karena mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan salah satu konsekuensi syahadat terhadapnya, sehingga rasa cinta seseorang kepada segala sesuatu yang ia miliki bahkan terhadap jiwanya sendiri, hendaknya tidak melebihi cintanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ وَأُولُو الْأَرْحَامِ بَعْضُهُمْ أَوْلَى بِبَعْضٍ فِي كِتَابِ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ إِلَّا أَنْ تَفْعَلُوا إِلَى أَوْلِيَائِكُمْ مَعْرُوفًا كَانَ ذَلِكَ فِي الْكِتَابِ مَسْطُورًا

Terjemahnya: Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (saling mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau kamu hendak berbuat baik kepada saudara-saudaramu (seagama). Demikian itu telah tertulis dalam Kitab (Allah) (QS. Al-Ahzab ayat 6).

Dalam sebuah kesempatan, ‘Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu pernah berbincang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Umar bertutur “Wahai Rasulullah, sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu kecuali diriku sendiri”, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawabnya: “Tidak wahai ‘Umar, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, iman itu sampai engkau mencintaiku melebihi cintamu pada dirimu sendiri” (HR Bukhari).

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Cinta kepada diri sendiri adalah sebuah fitrah dan tabiat yang dimiliki oleh masing-masing manusia, mereka telah diciptakan seperti itu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengetahui hal itu dengan jelas, namun apa yang diinginkan oleh beliau adalah selain kesempurnaan iman ‘Umar bin Khattab, beliau juga mengajarkan bahwa cinta yang dilandasi tabiat seseorang seperti cinta pada diri sendiri, atau istri, anak-anak, orang tua, harta dan sebagainya adalah jauh lebih rendah di sisi Allah dan Rasul-Nya dibandingkan cinta yang dilandasi oleh syariat islam. Oleh karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang menjadi sebab keselamatan setiap muslim di dunia dan akhirat atas izin Allah subhanahu wa ta’ala.

Cinta yang hakiki kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan nampak pada dua hal. Yang pertama adalah Ittiba’ kepada beliau, atau mengikuti seluruh ajaran yang beliau bawa, baik itu perkataan maupun perbuatan, bersifat perintah dan anjuran maupun meninggalkan yang dimakruhkan dan yang dilarang olehnya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

Terjemahnya: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (QS. Al-Hasyr ayat 7).

Ittiba’ itu sendiri memiliki beberapa tingkatan sebagaimana firman Allah ‘azza wajalla:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

Terjemahnya: Maka demi Tuhanmu, mereka tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Rasulullah) sebagai hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa sesuatu keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (QS. An-Nisa ayat 65).

Dalam ayat ini kita dapat memahami bahwa tingkatan ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terdiri dari 3 hal: Pertama, Menjadikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hakim terhadap seluruh perkara yang dihadapi oleh seorang muslim dalam artian menjadikan syariat beliau sebagai tolok ukur dalam menyelesaikan perkara tersebut. Kedua, Dalam putusan yaang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tak boleh ada perasaan berat hati terhadap kebutusan beliau, dalam artian bahwa apa yang digariskan oleh Rasulullah dalam syariatnya maka tak boleh ada rasa keberatan dan rasa enggan terhadapnya, karena sejatinya syariat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan wahyu dari Allah ta’ala. Ketiga, Menerima setiap keputusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengamalkan syariat beliau dalam seluruh perikehidupan kita.

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Poin kedua yang menjadi penanda cinta yang hakiki kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah lawan dari ittiba’ yaitu perbuatan ibtida’. Diriwayatkan dari ‘Aisyah radiyallahu ‘anha bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ

Artinya: Barangsiapa yang mengada-adakan sebuah perkara baru dalam agama ini yang tak ada contohnya, maka ia tertolak (HR Bukhari dan Muslim).

Mengada-adakan perkara baru dalam agama Islam dikenal dengan istilah ibtida’. Para ulama sejak dahulu telah berbeda pendapat mengenai pengertian dari bid’ah itu sendiri. Al-Imam Al-Syafi’i rahimahullah misalnya membagi bid’ah menjadi dua, yaitu bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela, jika ia sesuai sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tergolong bid’ah yang terpuji, namun jika ia menyelisihi sunnah beliau maka ia adalah bid’ah yang tercela. Bahkan Al-‘Izz bin Abd al-Salam rahimahullah dalam “Qawa’idul Ahkam 2/204” membagi bid’ah menjadi lima berdasarkan pembagian hukum-hukum taklif yang lima, yang diikuti oleh beberapa ulama lainnya seperti Al-Qarafi, Al-Nawawi dan yang lainnya. Pendapat yang lainnya mengatakan bahwa bid’ah adalah perbuatan yang dibuat-buat dalam perkara agama yang tak ada dasar hukum syariatnya sehingga setiap bid’ah adalah tercela. Demikian yang dikemukakan oleh Imam Malik, Ahmad, Ibnu Waddah dan yang lainnya rahimahumullah.

Untuk mendekatkan kedua pendapat ini mari kita simak penjelasan Ibnu Rajab rahimahullah dalam “Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam 233”, “Bid’ah adalah segala sesuatu yang dibuat-buat tanpa ada landasan dalil syar’i sedikitpun, adapun jika ia memiliki landasan syar’i maka ia bukanlah bid’ah, meskipun beberapa ulama menyebutnya bid’ah akan tetapi ia adalah bid’ah dari segi bahasa”. Dari sini kita memahami bahwa bid’ah yang memiliki landasan syar’i maka ia disebut sebagai bid’ah dari sisi bahasa yang bermakna baru, sebagaimana perkataan ‘Umar bin Khattab radiyallahu ‘anhu perihal shalat tarawih yang kembali dikerjakan secara berjama’ah di masa pemerintahannya “inilah sebaik-baik bid’ah”. Sedangkan bid’ah yang tak memiliki landasan syar’i maka hal inilah yang dimaksud oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits ‘Aisyah di atas, bahwa ia akan tertolak.

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Mengapa hal ini dilarang? Karena Ibtida’ atau berbuat perkara bid’ah dapat melahirkan perbuatan guluw atau berlebih-lebihan dalam agama Islam, sedangkan guluw adalah perbuatan tercela, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berabda:

إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ؛ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالْغُلُوِّ فِي الدِّينِ

Artinya: Hindarilah perbuatan guluw dalam agama, karena umat terdahulu telah dibinasakan oleh sifat guluw mereka (HR Ahmad dengan sanad yang shahih).

Di saat yang sama pula seorang pelaku bid’ah bukannya mengklaim rasa cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, justru sadar ataupun tidak ia telah menganggap bahwa agama ini masih kurang sehingga membutuhkan revisi atau penambahan darinya. Oleh karenanya Ibtida’ adalah perbuatan yang menafikan kecintaan seseorang terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Imam Malik rahimahullah dalam “Tabaqaat Hanabilah 1/241” mengatakan: “Barangsiapa yang membuat-buat perkara bid’ah dalam agama dan memandangnya elok maka sungguh ia telah menuduh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkhianat atas amanah risalah Islam, sebab Allah telah berfirman: “Pada hari ini telah aku sempurnakan bagi kalian agama ini” (QS Al-Maidah 3).

Demikianlah, semoga Allah mencurahkan rahmat dan taufik-Nya kepada kita semua...

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِمَا مِنَ العِلْمِ وَالْحِكْمَةِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

                                         KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ للهِ عَلَىْ إِحْسَاْنِهِ ، وَالْشُّكْرُ لَهُ عَلَىْ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَاْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَاْ إِلَهَ إِلَّاْ اللهُ تَعْظِيْمَاً لِشَأْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْدَّاْعِيْ إِلَىْ رِضْوَاْنِهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَعَلَىْ آلِهِ وَأَصْحَاْبِهِ وَإِخوَانِهِ

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Ketahuilah, bahwa keimanan kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan sempurna di sisi-Nya hingga kita mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebenar-benarnya cinta kepadanya. Olehnya, mari merealisasikan ittiba’ kita kepada beliau secara totalitas, dengan mengembalikan seluruh urusan kita kepada syariat Islam, menerimanya sebagai petunjuk hidup kita tanpa rasa keberatan dan enggan sedikitpun. Serta meninggalkan segala bentuk ibtida’ dalam agama Islam, baik itu pada ranah keyakinan ataupun ibadah kepada Allah ‘azza wa jalla.

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّۚ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،يَا سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً  إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

رَبَّنَا تَقَبَّل مِنَّا وَقِيَامَنَا وَسَائِرَ أَعمَالِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَ المُسْلِمِيْنَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَ المُشْرِكِينَ وَأَعدَاءَكَ يَا عَزِيزٌ يَا قَهَّارٌ يَا رَبَّ العَالَمِينَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ


Download PDF-nya di https://bit.ly/CintaRasulbukanKlaimSemata

Baca Juga