Tolak Bala Malah Menuai Murka

Al Balagh
Super Admin
25 Oct 2019
Tolak Bala Malah Menuai Murka

Menghindarkan diri dari berbagai bala dan bencana merupakan salah satu fitrah alami setiap insan. Kehidupan yang ia jalani tak akan terasa bahagia dan damai bila terus menerus dihantui oleh bayang-bayang bala atau bencana. Sebab itu, demi meraih ketentraman dan kenyamanan hidup, manusia senantiasa mencari berbagai cara dan sarana untuk menjauhkan mereka dari bala tersebut. Sebagai umat Islam, kita semua meyakini bahwa sumber segala keselamatan dan bala bencana adalah dari Allah Ta'ala semata. Tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali atas seizin-Nya, termasuk adanya mudarat dan bala bencana sebagaimana dalam firman-Nya tentang mudarat sihir para penyihir: "Dan mereka tidak akan dapat mendatangkan bahaya kepada seorang pun kecuali dengan izin Allah." (Terjemahan QS Al-Baqarah: 102).

Oleh karena itu, adanya berbagai manfaat dan sirnanya berbagai bala dan mudarat hendaknya dimohon kepada Allah Ta'ala semata. Bahkan dalam kondisi terdesak dan sangat genting pun, tidak ada yang lebih sanggup melakukannya selain Dia sendiri sebagaimana dalam ayat: "Katakanlah: siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut?...." Lalu Allah Ta'ala menegaskan: "Katakanlah: Allahlah yang menyelamatkan kamu dari bencana itu dan dari segala macam kesulitan, namun kemudian kamu kembai mempersekutukan-Nya." (Terjemahan QS. Al- An'am: 63-64).

Dalam ayat ini Allah Ta'ala menunjukan celaan kepada kaum musyrikin zaman dahulu kala yang hanya mengenal dan memohon pertolongan kepada Allah Ta'ala di kala terkena musibah dan bala, lalu setelah mereka keluar darinya dan kembali hidup tenang, mereka lantas melupakan dan mengabaikan-Nya. Ironisnya, banyak kaum yang mengklaim beragama Islam yang melebihi adab buruk kaum musyrikin zaman dulu tersebut. Bila mereka dahulu kembali kepada Allah di saat genting dan terkena bala, dan melupakannya ketika tenang dan hidup bahagia, maka para pengklaim tersebut melupakan Allah Ta'ala dalam semua kondisi, baik dalam kondisi genting ataupun tenang, mereka tetap melupakan Allah Ta'ala, bahkan mempersekutukan-Nya dengan berdoa memohon perlindungan kepada selain-Nya.

Dalam praktik memohon perlindungan (isti'anah) ini kepada selain Allah Ta'ala, para ulama membaginya dalam beberapa jenis di antaranya:

  • Memohon pertolongan atau perlindungan kepada manusia. Ini terbagi dalam beberapa jenis:
  • Memohon pertolongan kepada manusia dalam perkara yang ia sanggupi. Hukumnya sesuai jenis pertolongan tersebut, bila hal baik maka hukumnya boleh, dan bila maksiat atau keburukan maka hukumnya haram.
  • Memohon pertolongan kepada manusia yang hidup dan hadir bersama kita dalam perkara yang ia sendiri tidak sanggupi. Ini merupakan perkara yang sia-sia.
  • Memohon pertolongan kepada manusia yang sudah wafat, atau pada manusia yang hidup dalam perkara gaib yang mereka tidak bisa sanggupi; ini adalah jenis kesyirikan. Bila ia meyakini bahwa mereka menolongnya dengan izin Allah, maka ini syirik kecil, dan bila meyakini bahwa itu tidak seizin Allah, maka hukumnya syirik besar yang mengeluarkannya dari islam.
  • Memohon pertolongan kepada jin. Ini juga memiliki beberapa jenis, di antaranya:
  • Memohon pertolongan pada mereka dalam perkara yang ia sanggupi. Ini hukumnya tetap tidak boleh karena merupakan sarana menuju pada kesyirikan. Allah Ta'ala mengisahkan: "Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.." (QS Al-Jin: 6)
  • Memohon pertolongan pada mereka dalam perkara yang merupakan kekhususan Allah Ta'ala, seperti dalam hal menolak bala gempa bumi, musibah banjir atau meminta manfaat seperti dimudahkan jodohnya, dan rezekinya, maka ini hukumnya syirik besar, karena hal ini tidak dimohon kecuali kepada Allah Ta'ala. Dia berfirman: “Dan janganlah kamu menyeru apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Terjemahan QS. Yunus: 106-107).

Tidak diragukan lagi bahwa praktik tolak bala dalam masyarakat kita dengan berbagai ragam ritual dan budayanya yang di antaranya dikenal dengan sedekah laut, atau sedekah bumi merupakan salah satu bentuk kesyirikan yang diperagakan oleh sebagian masyarakat kita, dari kalangan masyarakat tradisional yang tak beralas kaki hingga kalangan masyarakat modern yang berdasi, dengan atas nama pelestarian budaya, keragaman seni ataupun embel-embel lainnya. Penyerahan berbagai sesajen tersebut kepada para penunggu laut atau penunggu gunung dari kalangan jin adalah bukan hanya praktik menghinakan martabat manusia sebagai makhluk Allah paling sempurna di hadapan para jin, tapi juga ia adalah bentuk praktik menghina Allah Ta'ala dengan lebih meyakini bahwa bala bencana itu ada atas seizin para jin yang lemah itu, bukan hanya atas izin Allah Ta'ala.

Keyakinan seperti ini adalah keyakinan syirik karena mengangkat derajat para jin sejajar dengan derajat Allah Ta'ala, yakni keyakinan bahwa keduanya bisa mendatangkan mudarat dan bisa memberikan manfaat dengan sendirinya. Padahal dalam suatu hadits Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Jika engkau hendak meminta, mintalah kepada Allah, dan jika engkau hendak memohon pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat (jin dan manusia) bersatu untuk memberimu suatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan andai pun mereka bersatu untuk melakukan sesuatu yang membahayakanmu, maka hal itu tidak akan membahayakanmu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR Tirmidzi: 2516, hasan).

Keyakinan syirik dalam ritual tolak bala ini tidak hanya membuat Allah berlepas diri dari para pelakunya, namun juga memancing kemurkaan Allah sehingga Dia bisa menurunkan berbagai bencana dan bala yang mana sumbernya adalah dari-Nya semata, sebagaimana azab yang diturunkan kepada kaum Nabi Nuh, Luth, Hud, Shalih dan kaum lainnya. Allah Ta'ala berfirman setelah mengazab kaum yang menyekutukan-Nya dan tidak menghiraukan agama-Nya: "Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negerinegeri yang berbuat zalim (berbuat kesyirikan dan kekufuran). Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras." (Terjemahan QS Hud: 2)

Sebab itu, ritual tolak bala yang banyak terjadi di masyarakat kita wajib dijauhi dan dihilangkan karena ia hanya menuai berbagai bencana dan musibah, bukan malah menjauhkannya. Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam pernah bersabda kepada orang yang memakai jimat dengan tujuan agar dijauhkan dari keburukan: "Gelang jimat (untuk menolak penyakit) itu malah membuatmu semakin lemah. Buanglah! Seandainya engkau mati dalam keadaan masih mengenakan gelang tersebut, engkau tidak akan beruntung selamanya.” (HR Ibnu Majah: 3531, hasan).

Bila jimat saja yang biasanya dihukumi syirik kecil ini tidak menambah seorang manusia kecuali kelemahan dan mudarat, maka apatah lagi ritual tolak bala yang biasanya merupakan bentuk kesyirikan besar, tentu malah akan mendatangkan berbagai mudarat dan bala. Bila bala bencana Allah telah datang, maka yang akan ditimpa olehnya bukan hanya orang-orang yang berbuat syirik tersebut, tapi  juga orang-orang saleh dan anakanak yang tak memiliki kesalahan apa-apa, sebagaimana dalam banyak hadis. Ibunda Zainab radhiyallahu'anha bertanya kepada Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam: "Apakah ami akan dibinasakan padahal di tengah-tengah kami ada orang-orang saleh?". Beliau menjawab: "Iya, bila keburukan (yakni: kesyirikan, kekufuran dan kemaksiatan) telah merajalela." (Muttafaq 'Alaih)

Semoga Allah Ta'ala menyadarkan masyarakat kita akan pentingnya akidah yang benar, dan menjauhkan mereka dari berbagai ritual kesyirikan dan kekufuran, agar mereka bisa hidup bahagian dan

tentram serta terjauhkan dari berbagai bala bencana. Aaamiin.

==============
Penulis : Ustadz Maulana La Eda, Lc., MA.

Baca Juga