Beberapa waktu ini, sebagian warga Indonesia disibukkan dengan pendaftaran lowongan pekerjaan yang terselenggara serentak secara Nasional. Tidak tanggung-tanggung, mereka yang sudah punya pekerjaan tetap juga turut serta mendaftar dalam lowongan tersebut. Tidak salah lagi, lowongan yang dimaksud adalah lowongan kerja untuk menjadi Abdi Negara.
Banyak motif yang menjadi alasan mengapa seseorang mencoba keberuntungannya untuk menjadi Aparatur Sipil Negara ini. Ada yang mendafar karena permintaan orang tua, ada pula yang mendaftar hanya sekedar iseng untuk mengetahui bagaimana seleksi berlangsung, dan ada pula yang beralasan ikut karena “harapan masa tua” yang dianggap menjanjikan. Mungkin ada ribuan alasan lagi yang bersifat pribadi mengapa seseorang mengikuti seleksi penerimaan Pegawai Negeri Sipil itu.
Hal yang sangat disayangkan, mendaftar dalam lowongan kerja ini tidak jarang membawa seseorang kepada perkara yang terlarang di dalam agama. Sebagai contoh, kejadian yang terjadi di kota Madiun saat pelaksanaan SKD (Seleksi Komptensi Dasar), pelaksana tes CAD (Computer Assisted Test) CPNS menemukan belasan peserta membawa jimat yang didapat pada saat penggeledahan sebelum peserta memasuki ruang ujian.
Jimat itu dibawa tentu digunakan sebagai sandaran atas bala yang ingin dicegah atau harapan yang diinginkan. Padahal jimat sebagaimana yang diketahui, adalah hal yang terlarang dalam Islam bahkan dapat merusak Aqidah pemakainya. Berkaitan dengan Jimat, Allah Subhanahu Wata’ala menyebutkan dalam Al Qur’an Surah Az Zumar ayat 38:
dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?", niscaya mereka menjawab: "Allah". Katakanlah: "Maka Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaKu, Apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaKu, Apakah mereka dapat menahan rahmatNya?. Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". kepada- Nyalah bertawakkal orang-orang yang berserah diri. (QS. Az Zumar : 38)
Penulis Kitab Fathul Majid, Syaikh Abdurrahman bin Hasan Alu Syaikh Rahimahullahberkata, “Ayat ini dan ayat semisalnya adalah dalil yang menunjukkan tidak bolehnya menggantungkan hati kepada selain Allah ketika ingin meraih manfaat dan menolak bahaya. Ketergantungan hati kepada selain Allah dalam hal itu termasuk kesyirikan.”
Jimat termasuk dalam kategori ayat ini, dimana jimat yang dibawa oleh peserta tes CPNS diharapkan dapat mendatangkan manfaat yaitu lolos ujian dan menolak kesialan (tidak lolos ujian).
Selain jimat, pandangan terhadapat CPNS kadang menjadikan kurang sempurna atau bahkan rusaknya kayakinan seseorang berkaitan dengan rezki Allah Subhanahu Wata’ala, jika menganggap bahwa CPNS atau menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai jaminan kemakmuran rezki dan kebahagiaan atau ketenangan hidup akan didapatkan. Padahal, menjadi pegawai negeri sipil hanyalah salah satu pintu/ cara bagi seseorang untuk mendapatkan rezki Allah yang sangat luas.Bahkan masih banyak pekerjaan yang lebih “menjanjikan” harta benda ketimbang menjadi seorang Abdi Negara.
Darimana Datangnya Rezki?
Pertama, perlu dipahami bahwa rezki manusia dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu: pertama rezki yang bersifat mutlak. Artinya selama seseorang masih hidup, maka pasti ada jatah rezki yang Allah siapkan untuknya, berupa makanan, pakaian dan lain sebagainya, yang satu dengan yang lainnya saling berbeda apa yang mereka dapatkan. Kedua, rezki yang diusahakan. Artinya rezki tersebut didapatkan setelah melakukan usaha untuk mendapatkannya, misal gaji, hasil jualan dan yang semisal dengannya. Ketiga, rezki yang didapatkan berdasarkan kadar ibadah yang dilakukan kepada Allah Subhanahuwata’ala seperti yang telah Ia janjikan, misal rezki karena taqwa dan sedekah.
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu Anhu beliau berkata, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan, “Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan ruh padanya dan diperintahkan untuk ditetapkan empat perkara, yaitu rezkinya, ajalnya, amalnya, dan kecelakaan atau kebahagiaannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketetapan Allah terhadap hambanya berupa empat perkara tersebut telah diketahuinya, dicatat, dikehendakinya, dan ditetapkan atas diri hamba sehingga rezki habis, jika kesempatan hidup di dunia juga telah habis.
rezki yang datang dengan keimanan adalah janji Allah kepada hamba-hambanya. Allah menyebutkan dalam berbagai ayat dalam Al Qur’an yang menjadi buah dari kebajikan atau amalan yang dilakukan seorang hamba, baik amalan hati, maupun amalan anggota tubuh.
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan bagi (siapa yang dikehendaki-Nya)". dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, Maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya. (QS. Saba’ : 39)
Dalam Al Qur’an Surah Al A’raf ayat 96 Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al A’raf : 96)
Di ayat sebelumnya (QS. Saba’ ayat 39), Allah menjadikan amalan tubuh (infaq) sebagai sebab rezki datang kepada hamba dan di ayat selanjutnya (QS. A; A’raf ayat 96), Allah menjadikan taqwa sebagai sebab datangnya rezki bagi hamba-Nya.
Oleh karena itu, sebagai seorang muslim hendaknya kita yakin bahwa Allah sangat luas rezki-Nya dan jaminan sejahtera tidak didapatkan seseorang dengan menjadi PNS atau tidak, melainkan kedekatanlah kepada Allah yang akan menjadi sebab bahagia tidak dirinya. Dengan keyakinan yang tinggi kepada Allah bahwahanya Ia-lah tempat bergantung atas segala sesuatu, maka akan menjauhkan kita dari berbuat syirik kepada-Nya!
Penulis: Muhammad Asdar
(Mahasiswa Pascasarjana UIN Alauddin Makassar)