ISRA DAN MI’RAJ MOMENTUM PERBAIKAN UBUDIYYAH

Naskah Khutbah
Asdar
16 Feb 2023
ISRA DAN MI’RAJ MOMENTUM PERBAIKAN UBUDIYYAH

JUMAT, 26 RAJAB 1444 H / 17 FEBRUARI 2023

Oleh : Rachmat Badani, Lc., M.A.

Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar

KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ..

اللهم صلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،  وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ ِبِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّار

أيها الناس رحمكم الله، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللِه فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Bertakwalah kepada Allah ‘azza wa jalla dengan sebenar-benarnya ketakwaan, dengan mengamalkan perintah Allah atas dasar ilmu karena mengharapkan ganjaran pahala dari-Nya, dan meninggalkan seluruh larangan Allah atas dasar ilmu karena takut akan azab-Nya.

Salawat dan salam semoga senantiasa terhaturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya serta kepada setiap pengikutnya yang konsisten menjalankan syariatnya.

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Hari ini kita berada di penghujung akhir dari salah satu bulan haram yaitu bulan Rajab. Dalam momen ini, kita tentu saja teringat dengan salah satu peristiwa agung dan mulia yang pernah dialami oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam salah satu potret kehidupannya, yaitu tatkala beliau sedang dirundung oleh berbagai masalah di kota Mekah pada saat yang sama. Wafatnya istri beliau, Khadijah radiyallahu ‘anha dan paman beliau Abu Talib di tahun yang sama, serta penolakan sebagian besar manusia saat itu terhadap dakwah beliau, benar-benar menjadi sebab kesedihan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berlapis-lapis di dalam hatinya. Olehnya, Allah subhanahu wa ta’ala yang Maha Mengetahui memberikan kemuliaan dan menghilangkan kesedihan hati Rasulullah dengan memperjalankannya dalam sebuah perjalanan yang tak mungkin digambarkan melalui kata-kata, panjang ataupun pendek. Namun, dalam khutbah Jum’at yang singkat ini, izinkan kami untuk menyampaikan salah satu pelajaran penting dari peristiwa Isra dan Mi’raj, bahwa peristiwa ini menerangkan tentang agungnya kedudukan dan kemuliaan maqam ‘ubudiyyah di sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Karena itu, Allah ta’ala memulai firman-firman-Nya dalam surah al-Isra:

سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

Terjemahnya: Mahasuci (Allah) yang telah memperjalankan hamba-Nya (Nabi Muhammad) pada malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

Para ulama menjelaskan bahwa penyebutan Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebutan ‘Hamba’ untuk menerangkan agungnya kedudukan ‘ubudiyyah di sisi Allah ‘azza wa jalla. Bahkan Allah ta’ala menciptakan kita semua dan bangsa jin dengan tujuan untuk menegakkan maqam ‘ubudiyyah yang sebenarnya kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman dalam surah al-Dzariyat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Terjemahnya: Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku.

Olehnya, dapat disimpulkan bahwa peristiwa Isra dan Mi’raj yang dialami Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertujuan untuk mengingatkan kita semua akan hakikat keberadaan kita di dunia ini, yaitu untuk menegakkan penghambaan yang sempurna kepada Allah. Hanya saja, dalam perjalanan kehidupan kita, ada saja sebab-sebab yang menghalangi kita dari tujuan utama ini sehingga penghambaan kita melalui sekian banyak amalan-amalan kebaikan dan ketaatan justru menemui jalan buntu dan tidak diangkat kepada Allah. Seakan-akan, peristiwa mi’rajnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke langit ketujuh dan Sidratul Muntaha merupakan isyarat bahwa tugas kita tidak hanya menjalankan ibadah semata, namun juga senantiasa berharap agar amalan kita diangkat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Masalah diangkatnya amalan kepada Allah ta’ala juga telah mendapatkan perhatian yang sangat besar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah satunya bahwa beliau beristi’adzah kepada Allah dari amalan yang tidak diangkat yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu dengan lafaz:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ، وَعَمَلٍ لَا يُرْفَعُ، وَقَلَبٍ لَا يَخْشَعُ، وَدُعَاءٍ لَا يُسْمَعُ.     

Artinya: Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, amalan yang tidak diangkat, hati yang tidak khusyuk, dan dari doa yang tidak didengar (HR. Ahmad)

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Diangkatnya amalan kepada Allah ‘azza wa jalla merupakan salah satu harapan terbesar seorang hamba sekaligus pertanda kebaikan baginya. Karena tak seorang pun dari hamba Allah yang dapat mengklaim secara pasti bahwa amalan yang dia kerjakan telah diangkat dan diterima oleh Allah ta’ala. Kewajiban kita hanyalah menunaikan apa yang Allah perintahkan dengan sebaik-baiknya kemudian berbaik sangka kepada-Nya semoga Allah berkenan menerimanya. Sebaliknya, amalan yang tidak diangkat dan tidak diterima Allah merupakan pertanda keburukan bagi seorang hamba. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Q.S. Fathir 10:

مَن كَانَ يُرِيدُ ٱلۡعِزَّةَ فَلِلَّهِ ٱلۡعِزَّةُ جَمِيعًاۚ إِلَيۡهِ يَصۡعَدُ ٱلۡكَلِمُ ٱلطَّيِّبُ وَٱلۡعَمَلُ ٱلصَّٰلِحُ يَرۡفَعُهُۥۚ وَٱلَّذِينَ يَمۡكُرُونَ ٱلسَّيِّ‍ءَاتِ لَهُمۡ عَذَابٞ شَدِيدٞۖ وَمَكۡرُ أُوْلَٰٓئِكَ هُوَ يَبُورُ

Terjemahnya:Barangsiapa menghendaki kemuliaan, maka (ketahuilah) kemuliaan itu semuanya milik Allah. Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik, dan amal salih Dia akan mengangkatnya. Adapun orang-orang yang merencanakan kejahatan mereka akan mendapatkan azab yang sangat pedih, dan rencana jahat mereka akan hancur.

Syaikh Al-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa firman Allah: “Kepada-Nyalah akan naik perkataan-perkataan yang baik” seperti bacaan Alquran, tasbih, tahmid, tahlil dan setiap perkataan yang baik lagi mulia. Ia diangkat kepada Allah dan diperlihatkan kepada-Nya, lalu Allah membanggakan pelakunya di hadapan para malaikat. Kemudian Allah berfirman: “Dan amal yang salih” berupa amalan-amalan hati dan amalan-amalan lahiriah, “Dia (Allah) akan mengangkatnya” yakni, diangkat oleh Allah ta’ala sebagaimana halnya kalimat-kalimat yang baik. Di antara ulama ada yang berpendapat bahwa amal salihlah yang mengangkat perkataan-perkataan yang baik; sehingga terangkatnya perkataan-perkataan yang baik itu tergantung kepada amal-amal salih sang hamba. Jika dia tidak mempunyai amal salih, maka tidak ada satu perkataan pun yang dinaikkan kepada Allah. Inilah amalan-amalan yang dinaikkan kepada Allah dan karenanya Allah meninggikan dan memuliakan pelakunya.

Adapun amal-amal buruk, maka sebaliknya, pelakunya menginginkan dia mendapatkan kemuliaan dengannya; dia melakukan tipu daya dan muslihat tetapi akibatnya menimpa dirinya sendiri. Dia tidak semakin bertambah kecuali kehinaan dan kerendahan, karena itu Allah berfirman: “Dan amal salih Dia (Allah) mengangkatnya, sedangkan orang-orang yang merencanakan kejahatan, bagi mereka azab yang keras” mereka dihinakan di dalamnya dengan sehina-hinanya, “Dan rencana jahat mereka akan hancur” binasa dan sirna. Rencana jahat mereka sama sekali tidak menguntungkan mereka sedikitpun, sebab ia adalah rencana jahat dengan kebatilan dan untuk tujuan kebatilan pula.

Sebab besarnya urgensi amalan yang diangkat dan diterima Allah, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung kepada Allah dari amalan yang tidak diangkat sebagaimana hadis Anas sebelumnya, dan beliau juga berdoa kepada Allah agar amalannya diterima oleh-Nya, sebagaimana hadis Ummu Salamah bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan doa ini ketika salam dalam salat subuh:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا

Artinya: Ya Allah, aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, rizki yang baik dan amal yang diterima (HR. Ibn Majah)

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Amalan Yang Tidak Diangkat 

Dapat disimpulkan bahwa amalan yang diangkat kepada Allah ta’ala adalah amalan salih yang dilakukan seorang hamba. Adapun amalan keburukan maka ia tidak akan diangkat kepada-Nya bahkan akan berakibat buruk kepada pelakunya dalam kehidupan dunia dan akhirat apabila dia tidak bertaubat darinya. Olehnya, para ulama menyebutkan beberapa sifat dan keadaan pelakunya yang menyebabkan tidak diangkatnya amalan seseorang yaitu:

1) Hilangnya syarat utama diterimanya amalan yaitu keislaman seseorang. Allah ta’ala berfirman dalam Q.S. Ali ‘Imran 85:

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Terjemahnya: Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.

Ini adalah keadaan orang yang sejak awal kafir kepada Allah ta’ala, amalannya tidak diangkat dan tidak diterima oleh Allah. Adapun mereka yang kekafirannya muncul setelah keimanannya, maka seluruh amalan kebaikan yang pernah dia lakukan akan terhapus berdasarkan firman Allah dalam Q.S. Al-Zumar 65:

وَلَقَدۡ أُوحِيَ إِلَيۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكَ لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ 

Terjemahnya: Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-nabi) yang sebelummu: “Jika kamu mempersekutukan Allah, niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.”

2) Jauh dari ketakwaan dan sebab-sebabnya. Allah ta’ala berfirman dalam Q.S. Al-Maidah 27:

وَٱتۡلُ عَلَيۡهِمۡ نَبَأَ ٱبۡنَيۡ ءَادَمَ بِٱلۡحَقِّ إِذۡ قَرَّبَا قُرۡبَانٗا فَتُقُبِّلَ مِنۡ أَحَدِهِمَا وَلَمۡ يُتَقَبَّلۡ مِنَ ٱلۡأٓخَرِ قَالَ لَأَقۡتُلَنَّكَۖ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ ٱللَّهُ مِنَ ٱلۡمُتَّقِينَ 

Terjemahnya: Dan ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia (Qabil) berkata: “Aku pasti membunuhmu!”, berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.”

Berkata Syaikh Al-Sa’di rahimahullah menjelaskan bahwa firman Allah: “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa” maksudnya dosa dan kejahatan apa yang aku lakukan sehingga engkau harus membunuhku? Hanya saja aku bertakwa kepada Allah ta’ala, dimana takwa kepada-Nya adalah kewajiban untukku dan untukmu, serta untuk seluruh manusia. Dan pendapat yang paling benar dari pendapat ulama tentang makna orang-orang yang bertakwa dalam ayat ini adalah orang-orang bertakwa kepada Allah dalam menjalankan amalan tersebut, yaitu hendaknya amalan mereka ikhlas karena wajah Allah dan mengikuti ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

3) Kefasikan, kemunafikan dan meninggalkan aturan syariat. Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam Q.S. Al-Taubah 53-54:

قُلۡ أَنفِقُواْ طَوۡعًا أَوۡ كَرۡهٗا لَّن يُتَقَبَّلَ مِنكُمۡ إِنَّكُمۡ كُنتُمۡ قَوۡمٗا فَٰسِقِينَ . وَمَا مَنَعَهُمۡ أَن تُقۡبَلَ مِنۡهُمۡ نَفَقَٰتُهُمۡ إِلَّآ أَنَّهُمۡ كَفَرُواْ بِٱللَّهِ وَبِرَسُولِهِۦ وَلَا يَأۡتُونَ ٱلصَّلَوٰةَ إِلَّا وَهُمۡ كُسَالَىٰ وَلَا يُنفِقُونَ إِلَّا وَهُمۡ كَٰرِهُونَ 

Terjemahnya: Katakanlah: “Nafkahkanlah harta kalian, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa, namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kalian. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik.” Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan salat melainkan dengan malas dan tidak pula menafkahkan harta mereka melainkan dengan perasaan terpaksa.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah bahwa firman Allah subhanahu wa ta'ala: “Katakanlah: Nafkahkanlah harta kalian, baik dengan sukarela ataupun dengan terpaksa” maksudnya belanjakanlah harta kalian secara sukarela atau terpaksa. “Namun nafkah itu sekali-kali tidak akan diterima dari kalian. Sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang fasik” Kemudian Allah subhanahu wa ta'ala menceritakan tentang penyebab nafkah itu tidak diterima dari mereka, Allah berfirman: “melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya” yakni sesungguhnya segala amal perbuatan itu dianggap sah hanyalah karena iman. “Dan mereka tidak mengerjakan salat melainkan dengan malas” maksudnya, tidak ada semangat bagi mereka untuk beramal, dan tidak ada sikap mereka yang benar, “dan tidak (pula) mereka menafkahkan suatu harta pun melainkan dengan rasa enggan” padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda bahwa Allah tidak akan merasa bosan sehingga kalian sendiri yang bosan. Dan bahwa Allah itu Mahabaik, Dia tidak mau menerima kecuali yang baik. Karena itulah Allah tidak menerima suatu nafkah pun dari mereka, tidak pula suatu amal pun; Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.

4) Harta haram, berdasarkan hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ، وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ، وَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ، ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فَلُوَّهُ، حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الجَبَلِ.

Artinya: Barangsiapa yang bersedekah dengan sebutir kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik (halal), sedangkan Allah tidak menerima kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan kanan-Nya lalu mengasuhnya untuk pemiliknya sebagaimana jika seorang dari kalian mengasuh anak kudanya hingga membesar seperti gunung.

Hadis ini menjelaskan bahwa sedekah yang akan diangkat dan diterima oleh Allah adalah sedekah yang bersumber dari harta yang baik lagi halal. Adapun sedekah yang dikeluarkan dari harta haram maka niscaya ia tertolak di sisi-Nya karena Allah Maha Baik dan tidak menerima kecuali yang baik pula.

5) Amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa amalan yang diterima oleh Allah adalah amalan yang dikerjakan dengan niat yang ikhlas dan mencontoh kepada sunah Rasul. Karena itu tidak mencontoh ajaran Rasulullah atau melakukan perkara bid’ah dalam agama Islam adalah hal yang tertolak berdasarkan hadis ‘Aisyah radiyallahu ‘anha:

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ.

Artinya: Siapa yang mengadakan perkara baru dalam urusan kami ini (agama) yang tidak ada perintahnya maka perkara itu tertolak.

Di dalam hadis lainnya yang diriwayatkan oleh ‘Ali radiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

المَدِينَةُ حَرَمٌ، مَا بَيْنَ عَائِرٍ إِلَى كَذَا، مَنْ أَحْدَثَ فِيهَا حَدَثًا، أَوْ آوَى مُحْدِثًا، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ وَلاَ عَدْلٌ.

Artinya: Madinah adalah tanah suci yang wilayahnya antara gunung ‘Air hingga tempat ini. Maka barangsiapa yang berbuat kemungkaran (bid’ah) yang dilarang agama di dalamnya atau membantu orang berbuat bid’ah maka orang itu akan mendapatkan laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia serta tidak akan diterima darinya amalan sunah maupun wajib (atau taubat maupun fidyah).

6) Berkhianat dan bernisbat kepada selain orang tua kandung. Dua hal ini menjadi penyebab amalan seseorang tidak akan diangkat kepada Allah berdasarkan lanjutan hadis ‘Ali radiyallahu ‘anhu sebelumnya:

ذِمَّةُ المُسْلِمِينَ وَاحِدَةٌ، فَمَنْ أَخْفَرَ مُسْلِمًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ، وَلاَ عَدْلٌ، وَمَنْ تَوَلَّى قَوْمًا بِغَيْرِ إِذْنِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالمَلاَئِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لاَ يُقْبَلُ مِنْهُ صَرْفٌ، وَلاَ عَدْلٌ.

Artinya: Perlindungan kaum muslimin adalah satu, maka barangsiapa melepas ikatan perjanjian (berkhianat) dengan seorang muslim maka orang itu akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia serta tidak akan diterima darinya amalan sunah maupun wajib (atau taubat maupun fidyah). Dan barangsiapa yang mengambil perwalian suatu kaum tanpa seizing walinya maka orang itu akan mendapat laknat dari Allah, para malaikat dan seluruh manusia serta tidak akan diterima darinya amalan sunah maupun wajib (atau taubat maupun fidyah).

7) Mendatangi tukang tenung (dukun) dan bertanya kepadanya sesuatu perkara gaib, berdasarkan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً.

Artinya: Barangsiapa mendatangi tukang tenung (dukun) lalu dia bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka salatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Demikian beberapa sifat dan kondisi yang menjadi sebab tertolaknya amalan seorang hamba kepada Allah. Tentu saja di sana masih ada kondisi-kondisi lainnya yang dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis-hadisnya. Semoga Allah menjaga kita dan seluruh amalan kita, hingga kita berjumpa dengan-Nya kelak pada hari kiamat, serta menganugerahkan kemudahan dan taufik-Nya agar kita dapat merealisasikan hakikat penghambaan kepada Allah.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ للهِ عَلَىْ إِحْسَاْنِهِ ، وَالْشُّكْرُ لَهُ عَلَىْ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَاْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَاْ إِلَهَ إِلَّاْ اللهُ تَعْظِيْمَاً لِشَأْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْدَّاْعِيْ إِلَىْ رِضْوَاْنِهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَعَلَىْ آلِهِ وَأَصْحَاْبِهِ وَإِخوَانِهِ

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّۚ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ              

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،يَا سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ                                                                                          رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ                                          

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً  إِنَّكَأَنْتَالْوَهَّابُ

 رَبَّنَا تَقَبَّل مِنَّا وَقِيَامَنَا وَسَائِرَ أَعمَالِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

 رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

اللَّهُمَّ أَعِزَّالْإِسْلَامَا وَ لْمُسلِمِين وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَ المُشْرِكِينَ وَأَعدَاءَكَ يَا عَزِيزٌ يَا قَهَّارٌ يَا رَبَّ العَالَمِينَ  
 رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

 سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ


Download PDF-nya di https://bit.ly/IsraMirajMomentumUbudiyah

Baca Juga