Minoritas Muslim di sepanjang zaman dan tempat telah cukup menjadi objek paling nyata dari segala bentuk diskriminasi dan intimidasi. Memasuki era millenium, tentu tak lekang dari ingatan bagaimana media menyiarkan kejadian 9/11, 18 tahun yang lalu.
Issu Islamophobia seketika melanda daratan Eropa dan Amerika dengan sangat ekstrem. Meski bertahun setelah peristiwa tersebut, populasi Muslim justru mengalami pertumbuhan tak teduga. Kondisi malah berbalik arah. Berbondong-bondong orang memeluk Islam. Menjadikan jumlah muslim pelan-pelan mulai layak diperhitungkan.
Kemarin hari, Jumat, 8 Rajab 1440 bertepatan 15 Maret 2019, di hari mulia dan bulan haram yang dimuliakan, sebuah kota yang indah di pesisir timur Selandia Baru bernama Christchurch, tiba- tiba menjadi saksi tumpahnya darah lebih dari 49 muslim yang bersiap menunaikan panggilan Rabb-nya. Siapa menyangka, negara dengan penghuni yang selama ini disebut paling menghargai keberagaman itu, turut menjadi tempat dimana sebuah aksi brutal dilancarkan. Bahkan itu di dalam rumah ibadah. Kekejian yang dikutuk oleh seluruh alam tersebut sungguh di luar prediksi, sekaligus mematahkan stimatisasi bahwa terorisme hanya lekat pada suatu agama tertentu. Apalagi jika bukan Islam.
Selama ini jika pemberitaan mengenai penindasan pada umat muslim selalu terkesan ditutup-tutupi, kali ini seolah tak menemukan celah serupa. Bagaimana tidak, pelaku bahkan mengunggah aksinya secara live melalui sebuah akun media sosial dan bahkan sempat menuliskan manifesto setebal 73 halaman yang berisi keterangan tentang dirinya serta alasan di balik penyerangannya. Seakan memang diniatkan untuk diumumkan. Terlepas apapun motif sebenarnya, itu menjadikan banyak hal jadi sangat terbuka.
Maka semacam panggilan akal yang menagih-nagih; jika selama ini Islam disorot tanpa ampun sebab oknum pelakunya beragama Islam, maka akankah kejadian ini juga sama akan menyudutkan nama suatu ras dan agama lain yang bersangkutan? Kita lihat saja bagaimana media mengolah berita ini. Jika yang terjadi malah sebaliknya, maka hal itu semakin jelas membuktikan bahwa slogan persamaan dan kebebasan yang selalu didengungkan, tidak lebih hanya isapan jempol, jika tak mau dikatakan kedok belaka.
Lebih dari semua itu, sebagai muslim ada hal lain yang lebih pantas menjadi perhatian, yakni kondisi saudara-saudara kita di sana dan sekitarnya. Bagaimana mereka menghadapi ketakutan dan tekanan yang nampak mulai mencuat ke permukaan. Sedikit banyak kejadian ini akan memberi pengaruh berupa kekhawatiran-kekhawatiran, utamanya mereka yang masih berstatus mualaf.
Berbagai makar yang dahulu dilancarkan tampaknya telah mendekati atau telah sampai pada masa kadaluarsanya, sehingga ide barupun mulai dilirik. Jika memang ada agenda besar terselubung di balik kejadian ini, maka tujuannya pasti tak jauh-jauh dari pelemahan terhadap kekuatan kaum muslimin yang kini menggeliat amat lincah di benua biru tersebut.
Maka dari itu, persatuan dan ukhuwah kaum muslimin sekali lagi dituntut untuk dibuktikan. Dukungan kepada saudara kita disana, selain doa dan ucapan belasungkawa, harus diteruskan dengan upaya-upaya penguatan.
Yakinkan mereka, bahwa agama Allah akan tetap dimenangkan-Nya. Allah akan bersama orang-orang beriman, betapapun makar menggerogoti. Kerjakan apa saja yang menjadi potensi kita. Sumbangkan apa saja yang patut dan mampu kita beri, dari tenaga bahkan materi. Lawan berbagai macam serangan yang substansinya tidak lain ingin menjauhkan muslim dari masjid dan identitas agamanya dengan penyuluhan dan informasi yang benar.
Konspirasi pelemahan kaum muslimin dengan menjauhkan mereka dari semangat keperwiraan dan ruh Jihad Fi Sabilillah yang telah sekian lama digencarkan sudah saatnya dilawan dengan segenap keberanian yang cerdas.
Setiap generasi muda kaum muslimin sudah waktunya menikmati pendidikan dan tarbiyah yang komprehensif dan menyeluruh baik intelektual, ruhiyah serta fisik, skill dan kemampuan survivenya.
Namun peristiwa ini juga tidaklah boleh membuat kita bermata gelap dan kehilangan akal sehat hingga masuk dalam irama genderang yang ditabuh lawan dan memberikan aksi reaktif yang tidak terkontrol.
Inilah momentum kita memantapkan konsolidasi, meletakkan semua kepentingan pribadi dan kelompok di sampiran-sampiran kehidupan. Biarkan azam dan tekad kita menyatu dan mengkristal pada pualam Wahdah (kesatuan) yang tidak tergoyahkan.
Kita akan malu pada generasi mendatang, jika sejarah kehidupan mencatat lembaran-lembaran tanpa arti yang dipenuhi intrik pribadi tanpa catatan bermakna akan makna jihad dan perjuangan yang kita torehkan.
Musuh sudah di depan mata, akankah kita masih sibuk bertengkar hanya karena ego dan syahwat kekuasaan?!
Tunjukkan pada dunia, bahwa kaum muslimin adalah sebuah kesatuan yang kokoh dan tak begitu saja mampu ditumbangkan.
Umat ini sudah terlalu banyak mengalami peristiwa berdarah. Kali ini muslim di Selandia Baru dipilih Allah. Walau data menunjukkan sejatinya pemeluk Islam di negeri berawan putih panjang itu hanyalah 1 persen dari 5 juta penduduk, kita optimis bahwa kelak Islam menemukan satu titik kebangkitannya dari sana. Biidznillah.
Untuk saudara kita yang syahid di masjid An Nur, kalian telah terpilih; berangkatlah ke haribaan Rabb kalian dengan tenang dan penuh keridhaan.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّة (27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30)
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)
Untuk saudara muslim kita di Selandia Baru dan seluruh dunia kita katakan:
We are standing here for you.
The light of truth cannot be quelled.
Allahu Akbar!
#Prayfornewzealandmoslem
Makassar, 9 Rajab 1440 H
Ditulis oleh Nafisah Ikhwan, disempurnakan oleh Muhammad Ikhwan Jalil.