Dari rumah semuanya bermula. Dakwah adalah pekerjaan mulia, bukan sambilan atau sekedar mengisi waktu luang. Karenanya memahami risalah dakwah berarti menjadikan rumah tangganya adalah bagian tak terpisahkan dari dakwah.
Hangat di rumah bersemangat di medan dakwah, itulah keluarga yang memiliki visi dan misi lalu bergerak memberikan kontribusi untuk mengembalikan peradaban dengan khairu umat sebagai pimpinan dan keteladanan. Inilah gagasan dan cita-cita mulia keluarga yang kita bina. Bukan sekadar ikatan formal namun ia adalah pertalian yang kekal.
Allah memperingatkan agar jangan sampai kaum mukminin mendapatkan murka-Nya, kabura muqta 'indallahi an-taquulu maa laa taf'alun maka sejak awal menikah, ikatkan hati pada nilai-nilai ilahi dalam rabbaniyatun nikah. Pernikahan dalam naungan nilai-nilai Rabbani. Keluarga dalam bimbingan syar'i. Berumah tangga dengan tuntunan Nabi. Bergerak dalam langkah suci dakwah di jalan para Rasul dan para Nabi, menjadi da'i sepanjang hari sampai mati.
Pernikahan sebagai zakat kehidupan. Karena di dalamnya kita berpikir untuk memberikan yang terbaik, berkorban untuk kebahagiaan bersama pasangan cinta, mengurangi hak-hak kita untuk dinikmati bersama, membersihkan hati dan melapangkan dada dengan segala kelebihan dan kekurangan pasangan, mengambil kekayaan potensi yang kita miliki dan memberikannya sebagai prestasi keshalihan bersama.
Bukan sekadar menikah yang biasa namun pernikahan di jalan dakwah ini juga bukan berarti membuat ekslusifitas atau menutup diri dari sesama. Pernikahan merupakan batu-bata (bahan bangunan) yang baik untuk membangun keluarga yang shalih dalam masyarakat. Bila setiap keluarga Muslim memiliki kesadaran yang sama untuk membangun peradaban Islam dan menegakkan nilai syariah dalam setiap keluarga sesungguhnya itu proses dakwah kultural yang sangat efektif. Keluarga dakwah menjadi silent operation alias operasi senyap untuk menghadirkan Islam yang lengkap di tengah masyarakat.
Pernikahan tak berhenti pada akad nikah, ijab qobul, walimah lalu setelah itu bersenang-senang sesuka hati. Tidak. Akan tetapi follow up-nya dalam bentuk tarbiyah Islamiyah untuk merawat, menumbuhkan, mengembangkan dan menjaga pribadi shalih-shalihah.
Bila setiap tempat adalah sekolah, maka setiap orang adalah guru. Begitulah yang kita rasakan dalam pernikahan. Pasangan kita adalah cerminan kita, sahabat kita, partner kita, mitra kita sekaligus guru kita.
Menikah dan membangun keluarga adalah menemukan persamaan dengan menyadari keniscayaan perbedaan. Pernikahan merupakan medan tarbiyah ruhiyah yang luar biasa. Ada sumur untuk menimba sikap dan sifat jujur. Ada keran untuk mengalirkan rasa simpati dan ringan berbagi. Ada dinding untuk menghijabi aib dan menyimpan masalah penting dan menyandarkan diri saat genting. Ada pilar untuk belajar sabar; sadar dan berlatih tegar. Ada ruang yang luas untuk menerapkan ketulusan yang riang. Bilik untuk mendidik perilaku menarik. Teras untuk menikmati rasa ikhlas yang kadang tak berbalas.
Pernikahan adalah Madrasah Mahabbah. Sebuah ranah pembelajaran orang beriman untuk menumbuhkan cinta yang halal. Ranah untuk berbenah. Ranah untuk mengasah. Ranah untuk saling mengasihi. Ranah untuk mengasuh jiwa agar lebih berdaya pengaruh. Maka, di sini kita akan belajar dan terus belajar mendesain rumah kita, keluarga kita, mahligai pernikahan sebagai "kado terindah untuk meraih jannah."
Cinta dalam kehidupan pernikahan adalah sumber kekuatan dan energi yang dapat mengantarkan seseorang pada puncak keimanannya, puncak kebaikannya dan puncak kebahagiaannya jika dilandasi pada kehakikian. Cinta yang mendorong seseorang melakukan kebaikan pada pasangannya dan membahagiakan pasangannya dari waktu ke waktu.
Membangun keluarga surga bukanlah menabur bunga mewangi yang harum semerbak tiada henti. Bukan. Yang pasti akan ada onak dan duri yang menghiasi, ada godaan yang mengitari, rayuan yang mengiringi, hambatan yang merintangi, tantangan yang mengusik hati, ujian untuk menyeleksi, musibah yang menguatkan hati, dan berbagai prahara yang mengguncangkan pijakan hati. Semua itu adalah Sunnatullah dalam menempuh cita meraih bahagia. Karenanya, bersabarlah di atas jalan ini, jangan mudah lari atau menghindar kalau aneka problema menghampiri. Nikmati. Karena itulah, bumbu penyedap dalam hidup ini. Seorang mukmin harus selalu menguatkan kesabaran dalam segala hal, dengan mencontoh keteladanan para Nabi.
Kita dipertemukan oleh Allah, dan kita menemukan cinta dalam dakwah. Di dalamnya kita mengubah lelah menjadi lillah. Bersama kita melangkah billah. "Apakah pantas sesudah dakwah mempertemukan kita, lalu kita meninggalkan dakwah? Saya cinta kamu dan kamu pun cinta saya, tapi kita pun cinta Allah."
===============
Penulis : Dian
Editor : Ustadz Muhammad Istiqomah, Lc.