Diantara hal-hal yang bisa menambah keimanan kita adalah dengan sering mentadaburi ayat-ayat al-Qur'an yang Allah Subhanahu Wata'ala turunkan kepada kita para hamba-Nya.
Al Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
فَلَيْسَ شَيْءٌ أَنْفَعَ لِلْعَبْدِ فِي مَعَاشِهِ وَمَعَادِهِ، وَأَقْرَبَ إِلَى نَجَاتِهِ مِنْ تَدَبُّرِ الْقُرْآنِ، وَإِطَالَةِ التَّأَمُّلِ فِيهِ، وَجَمْعِ الْفِكْرِ عَلَى مَعَانِي آيَاتِهِ، فَإِنَّهَا تُطْلِعُ الْعَبْدَ عَلَى مَعَالِمِ الْخَيْرِ وَالشَّرِّ بِحَذَافِيرِهِم
"Dan tidak ada sesuatu yang lebih bermanfaat untuk seorang hamba dalam urusan dunia ataupun akhiratnya dan yang lebih dekat kepada keselamatannya dari tadabur al-Qur'an, memperlama memandangnya, mengumpulkan benak fikiran atas makna-makna yang terkandung di dalam ayat-ayatnya, karena sesungguhnya hal itu bisa membuat hamba bisa mengetahui kebaikan dan keburukan dari seluruh sisinya." (Madarijus Salikin 1/ 448)
Tadabbur kita kali ini seputar firman Allah Subhanahu Wata'ala:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِذَا كَانُوا مَعَهُ عَلَىٰ أَمْرٍ جَامِعٍ لَمْ يَذْهَبُوا حَتَّىٰ يَسْتَأْذِنُوهُ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَأْذِنُونَكَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ۚ فَإِذَا اسْتَأْذَنُوكَ لِبَعْضِ شَأْنِهِمْ فَأْذَنْ لِمَنْ شِئْتَ مِنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمُ اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"(Yang disebut) orang mukmin hanyalah orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad), dan apabila mereka berada bersama-sama dengan dia (Muhammad) dalam suatu urusan bersama, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad), mereka itulah orang-orang yang (benar-benar) beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena suatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang engkau kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." [Q.S. An-Nur : 62]
Asbabun Nuzul Ayat
Imam Al-Qurtubi Rahimahullah mengatakan :
وروي أن هذه الآية نزلت في حفر الخندق حين جاءت قريش وقائدها أبو سفيان ، وغطفان وقائدها عيينة بن حصن ؛ فضرب النبي - صلى الله عليه وسلم - الخندق على المدينة ، وذلك في شوال سنة خمس من الهجرة ، فكان المنافقون يتسللون لواذا من العمل ويعتذرون بأعذار كاذبة .
"Diriwayatkan bahwa ayat ini turun saat penggalian larit sebelum perang khondaq, Suku Quraisy dipimpin Abu Sufyan, Suku Gathafan dipimpin Uyainah bin Khisn, Nabi membuat parit di depan kota madinah, pada bulan syawal tahun kelima Hijriah, pada waktu itu orang-orang munafik mencari-cari alasan agar tidak ikut berperang dengan udzur yang dusta."
Imam Al-Qurtubi rahimahullah juga menambahkan bahwa Al-Mufassir Maqatil bin Sulaiman Rahimahullah mengatakan:
نزلت في عمر - رضي الله عنه - ، استأذن النبي - صلى الله عليه وسلم - في غزوة تبوك في الرجعة فأذن له وقال : انطلق فوالله ما أنت بمنافق يريد بذلك أن يسمع المنافقين
"Ayat ini turun kepada Umar bin Khattab radhiyallahu anhu ketika meminta izin (karena udzur syar'i) kepada Nabi shallallahu Alaihi Wasallam pada perang tabuk untuk pulang dan beliau Shalallahu Alaihi wasallam mengizinkannya dan berkata : Demi Allah engkau bukan orang munafik, beliau menginginkan agar didengar oleh orang-orang munafik".
Penjelasan Ayat
Pertama
Dalam ayat ini Allah Subhanahu Wata'ala menjelaskan bahwasanya syarat keimanan seseorang adalah ketika orang tersebut beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Dalam ayat ini Allah menggunakan 'adatul hasr' 'innama' yang dapat membatasi makna siapa sesungguhnya orang-orang yang beriman menurut pandangan Allah Subhanahu Wata'ala.
Orang yang beriman yaitu hanyalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sehingga hal ini menjadi syarat yang mutlak bahwa orang yang belum beriman kepada keduanya atau salah satu diantara keduanya maka belum bisa disebut sebagai orang-orang yang beriman.
Kedua
Dan diantara ciri keimanan yang sempurna adalah seseorang hendaknya tidak pergi dari majelis tanpa seizin ketua majelis.
Ini merupakan diantara adab-adab seorang muslim yang seyogyanya kita aplikasikan dalam kehidupan bersosial kita. Dikarenakan tidak bisa dipungkiri bahwasannya manusia adalah makhluk sosial maka al-Qur'an sebagai landasan hidup manusia mengatur bagaimana adab ketika bermajelis.
Termasuk ketika akan meninggalkan majelis, tidak boleh meninggalkannya begitu saja tanpa kata-kata tanpa izin, langsung beranjak pergi. Ini bisa dikategorikan sebagai seseorang yang kurang memiliki adab.
Ketiga
Jika memiliki udzur, seseorang diperbolehkan menyampaikan kepada pimpinan majelis atas udzurnya.
Iya, diperbolehkan meninggalkan majelis ketika memiliki urusan yang sangat penting, karena sangat mungkin ketika seseorang sudah memulai majelis entah musyawarah dan seterusnya, ternyata tiba-tiba ada sesuatu yang darurat terjadi dan harus menghentikan majelisnya atau harus meninggalkan majelis tersebut.
Dengan syarat udzur yang ada dan akan disampaikan tidak mengandung dusta, kemaksiatan. Serta menimbang-nimbang antara maslahat dan mudharat antara tetap di dalamnya atau meninggalkan majelis, maka ini kembali kepada yang bersangkutan.
Keempat
Hendaknya pimpinan majelis tidak mewajibkan peserta musyawarah tetap di majelis ketika memiliki udzur yang mendesak.
Ini juga diantara seni dalam memimpin rapat, musyawarah dan pertemuan. Ketika melihat ada anggota yang mulai gelisah, tidak tenang, mungkin dia memiliki udzur yang menyebabkan harus segera meninggalkan majelis.
Oleh karenanya, hendaknya pimpinan musyawarah memberikannya kelonggaran dan diperkenankan meninggalkan majelis. Ketika melihat atau mengetahui bahwa anggotanya memiliki urusan yang sangat mendesak.
Kelima
Disunnahkan untuk memintakan ampunan bagi yang meninggalkan majelis.
Karena mungkin saja ketika bermajelis ada hal-hal yang mengandung dosa baik perkataan maupun perbuatan ataupun hal-hal yang sedikit menggores hati dan perasaan entah disadari maupun tidak.
Dan yang sudah meninggalkan majelis tidak sempat membaca do'a kafarotul majelis yang dapat menggugurkan dosa selama dimajelis. Oleh karenanya disunnahkan untuk memintakan ampunan baginya.
Keenam
Mengucapkan salam ketika memasuki atau meninggalkan majelis.
Sebagimana Imam Ibnu Katsir Rahimahullah ketika menafsirkan ayat ini beliau menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda:
إذا أنتهى أحدكم إلى المجلس فليسلم فإذا أراد أن يقوم فليسلم فليست الأولى بأحق من الآخرة
"Ketika salah seorang diantara kalian ingin duduk di majelis hendaknya dia mengucapkan salam dan ketika dia ingin meninggalkannya hendaknya mengucapkan salam, dan yang memulai salam diantara keduanya itulah yang terbaik".
Ketujuh
Istbat Sifat Allah Ghofur dan Rahim.
Dalam penutup ayat ini Allah menetapkan sifat bagi diri-Nya yaitu Ghofur dan Rahim. Sebagai Ahlussunnah Waljamaah kita menyakini dan menetapkan asma' dan sifat Allah yang cocok untuk keagungan sifat-Nya yang tidak seperti makluk.
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
"Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha Mendengar, Maha Melihat." [Q.S. Asy-Syura 11]
Imam At-Tabari ketika menafsirkan ayat ini mengatakan :
( إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ ) لذنوب عباده التائبين، ( رحيم ) بهم أن يعاقبهم عليها بعد توبتهم منها.
"Sesungguhnya Allah Maha Pengampun untuk para hambanya yang bertaubat, dan Maha Penyayang kepada mereka, dan tidak menghukum mereka atas dosa-dosa setelah bertaubat."
___
Yoshi Putra Pratama
(Mahasiswa UIM KSA)