BAHAGIA MENCINTAI RASULULLAH

Naskah Khutbah
Asdar
20 Oct 2022
BAHAGIA MENCINTAI RASULULLAH

JUMAT, 25 Rabiul Awwal 1444 H / 21 Oktober 2022 M

Oleh Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc., M.Si., Ph.D.

Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar

KHUTBAH PERTAMA

الـحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَـمِيْنَ ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِيْنَ ، نَبِيِّنَا وَحَبِيْبِنَا مُـحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَعِيْنَ ، وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ،  وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ ِبِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّار

أيها الناس رحمكم الله، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللِه فَقَدْ فَازَ المُتَّقُوْنَ

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla, Yang telah mengaruniakan salah satu karunia terbesarNya bagi umat manusia, yaitu diutusnya Sang Rasul terakhir, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sosok yang menjadi penutup para nabi dan rasul. Sosok yang menjadi teladan paripurna kita dalam seluruh aspek kehidupan dunia hingga akhirat.

Karena itu, pada saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat dan meninggalkan dunia ini, menjadi sempurnalah Syariat Allah di muka bumi ini. Tidak ada lagi yang perlu ditambahkan, karena semua aspeknya telah disempurnakah oleh Allah Azza wa Jalla. Itulah sebabnya, salah satu pesan penting Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kita umatnya:

مَنْ ‌أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ

Artinya : “Barang siapa yang mengada-adakan hal baru dalam urusan agama ini, maka hal itu pasti akan ditolak (oleh Allah).” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Semoga shalawat dan salam selalu tercurah kepada beliau melalui lisan kita, dan lisan segenap kaum yang beriman kepada Allah dan RasulNya.

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!

Tidak ada satupun manusia yang mengaku beriman yang tidak mengakui kecintaannya pada sosok Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tetapi yang selalu menjadi masalah adalah apakah perasaan cinta itu sudah cukup setakat rasa dalam hati atau sekadar pengakuan di mulut? Tentu saja tidak. Cinta tidak pernah cukup untuk sekedar diklaim. Cinta harus selalu dibuktikan.

Karena itu, Allah Ta’ala mengatakan:

قُلۡ إِن كُنتُمۡ تُحِبُّونَ ٱللَّهَ ‌فَٱتَّبِعُونِي يُحۡبِبۡكُمُ ٱللَّهُ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۚ وَٱللَّهُ غَفُورٞ رَّحِيمٞ ٣١ 

Terjemahnya : “Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan Allah itu Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran ayat 31)

Di dalam ayat ini, Allah Ta’ala menegaskan bahwa mencintai Allah harus dibuktikan dengan mengikuti jalan dan jejak rasul yang diutusnya, yaitu Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Satu hal yang menunjukkan bahwa cinta pada Allah takkan mungkin pernah dapat dipisahkan dari cinta pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ayat ini juga menunjukkan, bahwa cinta dan ittiba’ (mengikuti dengan setepat-tepatnya dan tidak mengada-ada) adalah 2 sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Tiada cinta tanpa diikuti oleh ittiba’. Sebagaimana tiada ittiba’ jika tidak dilandasi cinta.

Sebagaimana juga cinta kepada Allah tak mungkin dipisahkan dari cinta para RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kita takkan pernah mungkin memilih satu dari keduanya. Allah Azza wa Jalla berfirman:

‌قُلۡ ‌إِن ‌كَانَ ءَابَآؤُكُمۡ وَأَبۡنَآؤُكُمۡ وَإِخۡوَٰنُكُمۡ وَأَزۡوَٰجُكُمۡ وَعَشِيرَتُكُمۡ وَأَمۡوَٰلٌ ٱقۡتَرَفۡتُمُوهَا وَتِجَٰرَةٞ تَخۡشَوۡنَ كَسَادَهَا وَمَسَٰكِنُ تَرۡضَوۡنَهَآ أَحَبَّ إِلَيۡكُم مِّنَ ٱللَّهِ وَرَسُولِهِۦ وَجِهَادٖ فِي سَبِيلِهِۦ فَتَرَبَّصُواْ حَتَّىٰ يَأۡتِيَ ٱللَّهُ بِأَمۡرِهِۦۗ وَٱللَّهُ لَا يَهۡدِي ٱلۡقَوۡمَ ٱلۡفَٰسِقِينَ ٢٤

Terjemahnya : “Katakanlah (Muhammad): ‘Jika bapak-bapak kalian, anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, pasangan-pasangan kalian, kerabat kalian serta harta yang kalian usahakan, perdagangan yang kalian khawatirkan kerugiannya, tempat tinggal yang kalian sukai; (semuanya itu) lebih kalian cintai daripada Allah dan RasulNya, serta berjihad di jalanNya; maka nantikanlah hingga Allah mendatangkan hukumannya. Dan Allah takkan memberi petunjuk kepada kaum yang fasik.” (QS. Al-Taubah ayat 24)

Melalui ayat ini, Allah Azza wa Jalla mengajarkan sebuah prinsip penting dalam memanage cinta dan menentukan skala prioritasnya, agar kemudian cinta yang kita miliki dapat melahirkan kebahagiaan sejati. Karena cinta yang membahagiakan sesungguhnya adalah cinta yang diberikan dan ditunaikan sesuai dengan proporsinya masing-masing.

Maka silahkan mencintai kedua orangtua kita, ayah-ibu kita, tetapi jangan sampai kadar cinta itu mengalahkan cinta kita pada Allah dan RasulNya.

Silahkan mencintai anak-anak kita, tetapi jangan sampai cinta itu larut hingga mengalahkan cinta kita pada Allah dan RasulNya.

Silahkan mencintai pasangan hidup kita masing-masing, namun jangan sampai cinta itu membuat kita durhaka dan membangkang pada Allah dan RasulNya.

Silahkan mencintai kerabat-keluarga kita, tetapi saat cinta itu bertentangan dengan konsekwensi cinta pada Allah dan RasulNya, kita sudah tahu cinta yang mana yang harus didahulukan.

Silahkan mencintai harta yang Allah karuniakan, bisnis yang sedang mekar-mekarnya, dan properti yang kita miliki, tetapi jangan biarkan rasa cinta itu mengalahkan cinta pada Allah dan RasulNya. Jangan sampai hasrat cinta pada semua itu justru menjauhkan kita dari cinta Allah dan RasulNya.

Kenapa? Karena seperti yang telah disebutkan: semua bentuk cinta yang gagal mendahulukan cinta pada Allah dan RasulNya, hanya akan menyengsarakan hidup sang pecinta itu di dunia dan akhirat. Hanya akan mencerabut kebahagiaan dari para pelakunya.

Tidak sedikit anak akhirnya sengsara, karena patuh pada ayah-ibunya meskipun mereka menyuruhnya durhaka pada perintah Allah. Tidak sedikit pasangan yang akhirnya sengsara, karena lebih memilih pasangannya meski harus melanggar perintah Allah. Berapa banyak orang tua yang merusak anak-anaknya sendiri, justru karena terlalu cinta dan sayang, meskipun harus mengabaikan batasan-batasan yang diberikan Allah dan RasulNya.

Padahal itu semua baru sebatas hukuman-hukuman dunia bagi mereka yang tidak membingkai rasa cintanya dengan prioritas cinta Allah dan RasulNya. Lalu bagaimana pula dengan hukuman-hukuman akhirat? Sudah tentu jauh lebih mengerikan, karena mendahulukan cinta Allah dan Rasul-Nya adalah konsekwensi logis dari sebuah pengakuan keimanan pada Allah dan Rasul-Nya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‌لَا ‌يُؤْمِنُ ‌أَحَدُكُمْ ‌حَتَّى ‌أَكُونَ ‌أَحَبَّ ‌إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

Artinya : “Tidak beriman seorang dari kalian sehingga aku menjadi lebih dicintainya daripada ayahnya, anaknya dan seluruh manusia.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah!

Pada suatu waktu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggenggam tangan sahabat mulianya, Umar bin al-Khathab radhiyallahu ‘anhu. Umar pun berkata pada beliau:

يَا رَسُولَ اللهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ إِلَّا مِنْ نَفْسِي

Artinya : “Wahai Rasulullah, sungguh engkau jauh lebih aku cintai dari segala sesuatu, kecual dari diriku sendiri.” Mendengar itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam merespon dan mengatakan:

لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، حَتَّى أَكُونَ ‌أَحَبَّ ‌إِلَيْكَ ‌مِنْ ‌نَفْسِكَ

“Tidak, demi Dzat yang jiwaku ada di TanganNya, sampai aku jauh lebih engkau cintai dari dirimu sendiri.” Maka Umar pun mengatakan:

فَإِنَّهُ الْآنَ وَاللهِ لَأَنْتَ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ نَفْسِي

“Sungguh sekarang, demi Allah, engkau benar-benar lebih aku cintai (bahkan) melebihi diriku sendiri.”

Rasulullah pun berkata: “Nah, sekarang (barulah benar cintamu), wahai Umar!” (HR. al-Bukhari)

Karena itu, tidak mengherankan jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengaitkan cinta Allah dan Rasul-Nya itu dengan rasa manis keimanan, yang pasti akan menghadirkan keindahan dan kebahagiaan bagi pemiliknya. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ ‌وَجَدَ ‌حَلَاوَةَ ‌الْإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ...

“Ada 3 perkara siapa yang memilikinya, niscaya ia akan merasakan manisnya iman -antara lain-: (1) Jika Allah dan RasulNya lebih dicintainya dari apapun selain keduanya, (2) jika ia mencintai seseorang, namun ia tidak mencintainya kecuali karena Allah...” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Maka, kaum muslimin yang dimuliakan Allah, sudah tiba waktunya bagi kita semua untuk segera melakukan muhasabah, memeriksa ulang penuh introspeksi pada pengakuan dan klaim cinta kita pada Allah dan RasulNya.

Berhentilah mencintai Allah dan RasulNya dalam bayang-bayang palsu yang hanya dipenuhi dengan klaim tanpa bukti. Berhentilah terjebak dalam ritual-ritual yang tidak pernah berhasil membuktikan cinta sejati pada Allah dan RasulNya. Cukupkan diri dengan panduan Allah dan RasulNya dalam membuktikan cinta. Karena, kebahagiaan sejati dunia-akhirat hanya bisa dikecup indah dan manisnya saat kita betul-betul tunduk-patuh pada panduan Allah dan RasulNya itu.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِمَا مِنَ العِلْمِ وَالْحِكْمَةِ، أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

 

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ للهِ عَلَىْ إِحْسَاْنِهِ ، وَالْشُّكْرُ لَهُ عَلَىْ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَاْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَاْ إِلَهَ إِلَّاْ اللهُ تَعْظِيْمَاً لِشَأْنِهِ ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدَاً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْدَّاْعِيْ إِلَىْ رِضْوَاْنِهِ صَلَّى اللهُ عَلِيْهِ وَعَلَىْ آلِهِ وَأَصْحَاْبِهِ وَإِخوَانِهِ

Jamaah Jumat yang dimuliakan oleh Allah

Puncak kebahagiaan tertinggi yang akan diraih oleh para pecinta sejati Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kelak saat diperkenankan untuk berdamping bersama Baginda Rasul di dalam Surga Allah Azza wa Jalla.

Dikisahkan oleh Sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: Suatu ketika, seorang pria datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya: “Wahai Rasulullah, kapankah gerangan kiamat itu terjadi?” Pada mulanya, Rasulullah enggan menjawabnya. Tapi pria itu mengulangi pertanyaannya, hingga Rasulullah bertanya balik padanya: “Apakah yang telah kau siapkan untuk menghadapinya?” Pria itu menjawab:

‌حُبَّ ‌اللهِ ‌وَرَسُولِهِ

“Cinta pada Allah dan RasulNya!”

Maka Baginda Rasul pun berkata:

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu, kelak) engkau akan bersama dengan siapa yang engkau cintai.” (HR. Muslim)

Artinya, siapa mencintai Allah Ta’ala, kelak ia akan diperkenankan berjumpa langsung denganNya di dalam Surga. Siapa yang mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka kelak ia akan membersamai beliau di dalam Surga. Apakah ada kebahagiaan yang melebihi itu semua? Itulah puncak paling membahagiakan bagi mereka yang mencintai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sebenar-benarnya.

Semoga kita semua menjadi hamba-hamba yang layak untuk merasakan puncak kebahagiaan itu di dalam Surga Allah, bersama Baginda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَـٰۤىِٕكَتَهُۥ یُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِیِّۚ یَـٰۤأَیُّهَا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَیۡهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمًا

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ،يَا سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً  إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

رَبَّنَا تَقَبَّل مِنَّا وَقِيَامَنَا وَسَائِرَ أَعمَالِنَا وَتُبْ عَلَيْنَا إنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ وَ المُسْلِمِيْنَ وأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَ المُشْرِكِينَ وَأَعدَاءَكَ يَا عَزِيزٌ يَا قَهَّارٌ يَا رَبَّ العَالَمِينَ

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ


Download PDF-nya di https://bit.ly/BahagiaMencintaiNabi

Baca Juga