KEADILAN SEBAGAI PILAR KEBERKAHAN NEGERI

Naskah Khutbah
Asdar
28 Aug 2025
KEADILAN SEBAGAI PILAR KEBERKAHAN NEGERI

JUMAT, 5 Rabiulawal 1447 H / 29 Agustus 2025 M
 Oleh Rachmat Badani, Lc., M.A.

Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar

KHUTBAH PERTAMA

 

إنَّ الـحَمْدَ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ..

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْن.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ ِبِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّار

أَيُّهَا النَّاسُ رَحِمَكُمُ اللهُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Hadirin sekalian, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah memberikan kita nikmat iman, kesehatan, dan kesempatan untuk kembali bertemu dalam ibadah yang mulia ini. Marilah kita tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan sebenar-benar takwa, yaitu melaksanakan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga dengan ketakwaan, kita termasuk dalam golongan orang-orang yang beruntung di dunia dan akhirat. Salawat dan salam semoga senantiasa terhaturkan kepada baginda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga dan para sahabatnya serta kepada setiap pengikutnya yang konsisten menjalankan syariatnya.

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Hari-hari ini, kita menyaksikan bagaimana masyarakat di beberapa daerah turun ke jalan melakukan demonstrasi. Mereka menyuarakan penolakan terhadap keputusan pemerintah yang menaikkan gaji dan tunjangan para wakil rakyat hingga mencapai puluhan juta rupiah per bulan. Sementara itu, banyak rakyat kecil masih berjuang keras memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, bahkan sebagian harus rela hidup dalam kesempitan ekonomi.

Fakta ini menggambarkan adanya ketimpangan sosial yang terasa sangat tajam: segelintir orang hidup berlebihan, sementara sebagian besar rakyat kesulitan. Inilah yang kemudian melahirkan keresahan, kegelisahan, bahkan potensi kekacauan. Sejatinya, keresahan ini muncul karena masyarakat merasakan adanya ketidakadilan.

Islam sudah jauh-jauh hari mengingatkan kita, bahwa keadilan adalah syarat utama keberlangsungan sebuah negeri. Tanpa keadilan, sebesar apapun pembangunan fisik yang ada, tidak akan melahirkan keberkahan. Sebaliknya, dengan tegaknya keadilan, rakyat akan tenang, negeri akan aman, dan Allah akan limpahkan keberkahan dari langit dan bumi. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ

Terjemahnya: Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan. (QS. Al-A’raf/ 7:96).

Dengan demikian, peristiwa yang terjadi di sekitar kita menjadi cermin bahwa keadilan bukan hanya nilai ideal dalam kitab suci, tetapi kebutuhan nyata masyarakat. Tanpa keadilan, kepercayaan rakyat kepada pemimpinnya akan hilang, dan negeri akan terancam oleh konflik sosial. Sebaliknya, dengan menegakkan keadilan, Allah akan menjaga persatuan, menguatkan rasa kebersamaan, dan melimpahkan keberkahan pada negeri ini.

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Ketika pemimpin dan masyarakat sama-sama menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Maka inilah yang disebut sebagai keadilan sosial. Tidak boleh ada segelintir yang hidup berlebihan sementara rakyat banyak menanggung beban. Karena jika tidak, maka yang lahir adalah ketidakadilan sosial yang menjadi sebab kehancuran seluruh sistem bermasyarakat. Sebagaimana telah terjadi pada umat terdahulu.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencontohkan secara langsung seperti apa beliau menegakkan keadilan sosial kepada kaumnya. Beliau tidak pernah membeda-bedakan antara yang kaya dengan yang miskin, antara bangsawan dengan rakyat biasa, antara sahabat dekat dengan orang asing. Keadilan beliau bukan sekadar ucapan, tetapi nyata dalam setiap keputusan dan sikap hidup.

Suatu ketika, seorang wanita dari Bani Makhzum (salah satu kabilah terpandang di Mekah) kedapatan mencuri. Sebagian sahabat mengusulkan agar hukum hudud tidak ditegakkan, karena khawatir mencoreng nama baik kabilah. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dengan tegas:

إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ، وَايْمُ اللَّهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Terjemahnya: Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, apabila yang terpandang di antara mereka mencuri, mereka biarkan; dan apabila yang lemah mencuri, mereka tegakkan hukum atasnya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Inilah bukti nyata keadilan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: tidak ada yang kebal hukum, bahkan keluarganya sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menegakkan keadilan dalam membagi hak. Dalam peperangan, beliau tidak pernah mengambil rampasan perang untuk dirinya. Bahkan, ketika ada yang merasa kurang adil, beliau menenangkan hati mereka dengan penuh kasih, tanpa mengurangi prinsip keadilan.

Bahkan dalam kehidupan sehari-hari, beliau menunjukkan keadilan. Dalam urusan rumah tangga, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adil terhadap istri-istrinya. Beliau membagi giliran secara seimbang, tidak condong kepada satu pihak, meskipun hatinya lebih condong kepada ‘Aisyah ra. Keadilan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membuat semua orang merasa aman berada di dekat beliau, baik kawan maupun lawan. Seorang Yahudi pun pernah memuji beliau dengan berkata: “Kami tidak pernah melihat seorang hakim yang lebih adil daripada Muhammad.”

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

         Lantas, bagaimana cara menegakkan keadilan sosial? Mari melihat beberapa poin berikut ini:

Pertama: Islam menempatkan keadilan sebagai asas utama keberlangsungan masyarakat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى اَهْلِهَاۙ وَاِذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ اَنْ تَحْكُمُوْا بِالْعَدْلِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ نِعِمَّا يَعِظُكُمْ بِهٖ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ سَمِيْعًاۢ بَصِيْرًا

Terjemahnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu tetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Nisa/ 4:58).

Ayat ini memuat dua prinsip mendasar. Pertama, kewajiban menunaikan amanah kepada yang berhak. Amanah dalam Islam mencakup seluruh tanggung jawab, baik berupa harta, jabatan, maupun wewenang. Dalam kehidupan bernegara, hal ini berarti setiap kekuasaan dan sumber daya publik harus dikelola untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu atau keuntungan pribadi. Kedua, kewajiban menegakkan hukum dengan adil. Hukum tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan bahwa yang membinasakan umat terdahulu adalah ketika mereka membiarkan orang terpandang lolos dari hukuman, sementara rakyat kecil ditegakkan hukum atasnya.

Dengan demikian, ayat ini menegaskan bahwa amanah dan keadilan adalah pilar utama keberlangsungan sebuah negeri. Tanpa amanah, lahirlah pengkhianatan, korupsi, dan penyalahgunaan jabatan. Tanpa keadilan, masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap pemimpin dan sistem hukum, sehingga muncul keresahan sosial dan perpecahan. Sebaliknya, bila amanah dan keadilan ditegakkan, masyarakat akan hidup tenteram dan negara akan kokoh.

Kedua, Pemimpin wajib adil dalam kebijakan dan hukum. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ أَحَبَّ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ عَادِلٌ، وَأَبْغَضَ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ وَأَبْعَدَهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا إِمَامٌ جَائِرٌ

Terjemahnya: Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah pada hari kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi-Nya adalah pemimpin yang adil. Dan orang yang paling dibenci Allah serta paling jauh kedudukannya dari-Nya adalah pemimpin yang zalim. (HR. Tirmidzi no. 1329).

Pemimpin memiliki peran besar dalam menegakkan keadilan sosial, karena dari kebijakan dan keputusannya akan lahir rasa tenteram atau keresahan di tengah masyarakat. Hadis ini menegaskan bahwa keadilan seorang pemimpin bukan hanya urusan duniawi, tetapi juga akan menentukan kedudukannya di sisi Allah kelak. Keadilan sosial dapat ditegakkan ketika pemimpin menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi atau golongan, membuat kebijakan yang tidak menindas yang lemah, serta memastikan hukum berlaku sama bagi semua tanpa pandang bulu.

Ketiga, Masyarakat wajib menjaga keadilan dalam muamalah sehari-hari. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَاَوْفُوا الْكَيْلَ وَالْمِيْزَانَ بِالْقِسْطِۚ

Terjemahnya:  Sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil (QS. Al-An’am/ 6:152).

Ayat ini menegaskan bahwa keadilan tidak hanya berlaku pada ranah besar seperti politik dan pemerintahan, tetapi juga pada urusan sehari-hari yang sederhana. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil.” Ini berarti setiap transaksi dalam kehidupan, baik jual beli, perdagangan, maupun hubungan sosial, harus dijalankan dengan kejujuran dan keseimbangan. Tidak menipu dalam takaran, tidak mengurangi timbangan, dan tidak merugikan orang lain adalah wujud nyata keadilan sosial yang dimulai dari individu. Bahkan menghormati hak tetangga, menepati janji, dan bersikap jujur dalam perkataan pun termasuk bagian dari keadilan dalam muamalah. Jika prinsip ini ditegakkan, maka masyarakat akan hidup dalam rasa saling percaya dan kepercayaan publik akan meningkat.

Keempat, Pentingnya menanamkan empati sosial. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ، حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

Terjemahnya: “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menegaskan bahwa keadilan tidak semata-mata berkaitan dengan hukum formal, tetapi juga harus hadir dalam bentuk kepedulian sosial. Empati kepada sesama merupakan inti dari keadilan sosial. Ketika seseorang menempatkan diri pada posisi saudaranya, ia tidak akan rela mengambil hak orang lain, tidak akan tega menindas yang lemah, dan tidak akan menutup mata terhadap penderitaan masyarakat di sekitarnya. Sebaliknya, ia akan berusaha membantu, berbagi, dan memastikan hak-hak sosial dipenuhi. Dengan empati, jurang kesenjangan sosial dapat dipersempit, rasa kebersamaan akan tumbuh, dan masyarakat menjadi kokoh karena diikat oleh nilai saling peduli. Maka, menanamkan empati sosial adalah langkah penting dalam merealisasikan keadilan sosial, sebab tanpa kepedulian, hukum sekalipun bisa kehilangan ruhnya, sementara dengan empati, keadilan akan lebih mudah dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Jama’ah sekalian, keadilan adalah fondasi utama bagi keberlangsungan masyarakat dan negara. Tanpa amanah, tanpa kepemimpinan yang adil, tanpa kejujuran dalam muamalah, dan tanpa empati sosial, negeri ini akan rapuh dan kehilangan keberkahannya. Karena itu, mari kita jadikan keadilan sebagai nafas kehidupan kita: adil dalam keluarga, adil dalam pekerjaan, dan adil dalam mengemban amanah, agar Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melimpahkan rahmat dan keberkahan-Nya kepada negeri yang kita cintai ini.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ.

KHUTBAH KEDUA

الْحَمْدُ لله عَلَى إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَى تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِه، وَأَشهَدُ أَن لا إِلَهَ إِلا اللَّهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِه، وأَشهدُ أنَّ نَبِيَّنَا مُحمَّدًا عَبدُهُ وَرَسُولُهُ الدَّاعِي إِلى رِضْوَانِه

Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.

Pada khutbah kedua ini, izinkan kami untuk mengingatkan diri pribadi dan kepada para jamaah sekalian untuk memperbanyak dua buah ibadah kepada Allah pada hari jum’at. Pertama, mari memperbanyak doa kita kepada Allah, secara khusus untuk keselamatan saudara-saudara kita di Palestina. Karena telah diriwayatkan dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa pada hari jumat terdapat satu waktu yang singkat, tidaklah seorang muslim memanjatkan doa kepada Allah pada waktu tersebut melainkan doanya pasti akan diijabah. Kedua, mari memperbanyak salawat dan salam kita kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana firman Allah:

إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ

اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.


Download PDFnya di https://bit.ly/AdilPilarKeberkahanNegeri