Menjaga Kehormatan Ulama

Buletin
Abu Hasan
24 Jan 2020
Menjaga Kehormatan Ulama

Oleh: Ustaz Maulana La Eda, Lc. M.A.

Para ulama adalah manusia-manusia pilihan Allah Ta'ala di muka bumi. Ilmu yang Allah anugrahkan dalam diri mereka menjadikan mereka sebagai para figur yang memiliki kedudukan dan kehormatan tinggi di sisi-Nya. Allah berfirman yang artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara Kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat". (QS. Al-Mujadilah : 11).

Ilmu yang mereka miliki itu juga mewajibkan mereka untuk mengemban amanah dakwah dan perbaikan segala lini agama dan kehidupan di tengah-tengah umat manusia, sebagaimana diisyaratkan oleh ayat: "jadilah kamu orang-orang rabbani karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya". (QS Ali Imran: 79). Tentang ulama rabbani ini, Imam Ibnu Jarir rahimahullah menafsirkan bahwa mereka adalah "orang-orang yang menjadi sandaran manusia pada masalah fiqih, ilmu, dan mencakup perkara agama dan perkara dunia, ... dan makna Rabbani adalah orang yang mengumpulkan antara ilmu dan fiqh serta pengetahuan tentang masalah siyasah (pengaturan), tadbir (pengorganisasian), dan memperhatikan problem-problem penduduk, dan perbaikan kehidupan mereka baik dari segi dunia maupun agama" (Tafsir Ibnu Jarir : 6/544-545).

Oleh sebab itu, dalam berbagai ayat dan hadis para ulama seringkali dijuluki sebagai rahmat, pewaris para nabi dan sebagai bintang-bintang, karena merekalah yang menjadi penerus misi para rasul, penebar cahaya iman dan penyebab turunnya rahmat bagi umat manusia. Imam Ibnul-Qayyim rahimahullah berkata: "Kedudukan ulama di bumi adalah laksana bintang-bintang di langit, dengan merekalah manusia yang tersesat mendapatkan petunjuk dalam kegelapan, dan manusia lebih memerlukan keberadaan mereka dibandingkan makanan dan minuman". (I'laam al-Muwaqqi'in: 1/8 ).

Dengan tingginya kemuliaan dan besarnya amanah dan tugas yang mereka emban, maka Allah dan Rasul-Nya mewajibkan seluruh manusia untuk mencintai mereka, menghormati dan menjaga kedudukan mereka. Dalam suatu hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukan termasuk golongan kami orang yang tidak menghargai yang lebih tua, menyayangi yang lebih kecil dan mengetahui hak-hak ulama kami". (HR Ahmad: 5/323, dan Al-Hakim: 1/122, hasan).

Bahkan lantaran besarnya manfaat mereka dalam meneruskan kejayaan agama Islam dan menjaganya dari berbagai akidah sesat, maka Ahli Sunnah wal Jama'ah sebagai pengusung Islam yang haq meyakini bahwa mencintai para ulama dan menghormati kedudukan mereka adalah sebuah ciri kelurusan aqidah, ibadah dan ketaatan yang agung di sisi Allah Ta'ala. Imam Abu Ja'far Ath-Thahawi rahimahullah berkata: "Para ulama salaf dari kalangan para pendahulu, dan setelah mereka dari kalangan tabiin, baik pengusung kebaikan dan atsar, ataupun ahli fiqh dan nadzhr (ahli ilmu-ilmu alat); tidak boleh disebut kecuali dalam konteks kebaikan, dan barang siapa yang menyebut mereka dengan konteks celaan maka ia tidaklah berada diatas jalan (ahli sunnah)". (Al-Aqidah Ath-Thahawiyah: 82).

Penghormatan terhadap ulama ini telah ditunjukkan oleh para sahabat radhiyallahu 'anhum, sebagaimana yang dilakukan oleh Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma tatkala harus bercapek-capek menuntun tali kekang unta Ubay bin Ka'ab radhiyallahu 'anhu, salah satu ulama kibar para sahabat. Ketika Ibnu Abbas ditanya: "Wahai Ibnu Abbas, engkau adalah keponakan Rasulullah (dari ahli bait), kenapa mesti bercapek-capek menuntun tali kekang unta seseorang dari kaum Anshar?". Ia lalu menjawab dengan jawaban yang indah dan yang semestinya: "Sesungguhnya sangat pantas bagi seorang ulama (seperti Ubay) untuk dihormati dan dimuliakan". (Al-Jaami' li Akhlaaq Ar-Rawi: 1/188).

Mencintai dan menghargai para ulama merupakan bagian dari pengagungan seorang muslim terhadap Allah Ta'ala. Dalam hadis hasan HR Abu Daud (4843) disebutkan bahwa diantara bentuk pengagungan terhadap Allah adalah memuliakan pembawa Al-Quran (ulama) tanpa berlebih-lebihan dan tidak pula meremehkan mereka. Lebih dari itu memuliakan mereka juga adalah jalan untuk kejayaan umat ini. Sebab ketika ulama dicintai dan dimuliakan, maka petuah dan fatwa mereka yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah sudah pasti didengar dan akan diimplementasikan oleh umat ini dalam kehidupan mereka. Bila demikian, maka umat ini pasti akan berjaya karena dituntun oleh para ulama yang mereka cintai dan hormati dengan dua pusaka sumber kejayaan mereka. Dalam hadis dhaif disebutkan: "Sesungguhnya perumpamaan para ulama di bumi adalah laksana bintang-bintang di langit yang mana dijadikan petunjuk dalam kegelapan darat dan laut, bila bintang-bintang itu sirna cahayanya, maka hampir-hampir saja orang-orang akan tersesat". (HR Ahmad: 12600).

Bahaya Menjelek-jelekkan Ulama

Sebagaimana Islam memerintahkan penghormatan terhadap para ulama, maka ia juga melarang keras dari sikap menghina dan menjelek-jelekkan kedudukan mereka, bahkan sikap menghina mereka dianggap sebagai penghinaan terhadap syiar-syiar Allah, dan ilmu yang mereka miliki. Sebab itu para ulama berkata: "Harga diri para ulama itu bila dicela, maka akan menjerumuskan pelakunya ke salah satu lembah dari lembah-lembah neraka". Oleh karena itu, semua jenis celaan yang ditujukan kepada para ulama Islam wajib diingkari dan para pelakunya mesti dinasehati dan dibantah, karena menjatuhkan para ulama dan harga diri mereka akan menyebabkan berbagai kerusakan dan mafsadat besar dalam tubuh umat ini, diantaranya:

1. Dengan jatuhnya harga diri ulama, maka manusia akan mengangkat orang-orang jahil lagi sesat menyesatkan sebagai sandaran mereka dalam beragama dan hidup berbangsa dan bernegara. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "… sehingga ketika seorang ulama tidak ada lagi, maka manusia akan mengangkat para figur-figur yang jahil (sebagai ulama), lalu mereka ditanya, dan berfatwa tanpa ilmu, sehingga merekapun sesat dan menyesatkan". (Muttafaq 'Alaih).

2. Mencela para ulama adalah kezaliman terhadap agama Islam dan merupakan dosa yang sangat besar. Imam Ibnul-Mubarak rahimahullah berkata: "Barangsiapa yang meremehkan para ulama, maka ia tidak akan mendapatkan akhirat (surga)". Para pencela ulama hanyalah merugikan diri mereka sendiri, dan akan diperangi oleh Allah dengan berbagai azab dunia dan akhirat. Allah Ta'ala telah berfirman dalam hadis qudsi: "Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku, maka Aku telah mengumumkan perang atasnya". (HR Bukhari: 6502).

3. Mencela para ulama; faktor matinya hati seseorang. Kematian hati ini merupakan salah satu hukuman yang disegerakan kepada para pencela ulama karena dengan berani mencela ulama yang merupakan pembawa misi agama ini, maka agama ini bagi mereka hanyalah sesuatu yang tak bernilai, dan akan lebih mudah lagi mencela hukum-hukum Allah Ta'ala yang ada dalam dada para ulama tersebut. Imam Ibnu Asakir rahimahullah berkata: “Ketahuilah wahai saudaraku –semoga Allah senantiasa memberi taufik kepada kami dan kalian untuk menggapai ridha-Nya dan menjadikan kami dan kalian termasuk orang-orang yang takut kepada-Nya dan bertakwa kepada-Nya- bahwa sesungguhnya daging para ulama itu beracun, dan kebiasaan Allah 'Azza wa Jalla, dalam membongkar kedok orang- orang yang merendahkannya adalah hal yang telah dimaklumi, dan barangsiapa yang melontarkan ucapannya dengan menjelekkan para ulama, maka Allah 'Azza wa Jalla, menghukumnya sebelum dia mati dengan kematian hatinya".  (Tanbih Kadzib Al-Muftari: 29).

Namun harus diingat, bahwa dalam memuliakan dan menghormati para ulama, seorang muslim hendaknya tidak terlalu berlebihan (ghuluw) seperti menyamakan mereka dengan derajat para nabi dan rasul, ngalap berkah dengan sisa-sisa air minum atau tubuh mereka, bersujud kepada mereka, serta bentuk sikap penghormatan berlebihan lainnya, karena hal ini merupakan perkara yang terlarang dalam Islam, yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam jurang kesyirikan, sebagaimana terjatuhnya kaum Nabi Nuh, atau kaum nasrani dalam kesyirikan lantaran sikap berlebihan mereka dalam memuliakan dan menghormati  para ulama dan orang-orang saleh di kalangan mereka.

Kesimpulannya, bahwa mencintai para ulama, menghormati dan menjaga harga diri mereka serta membela kefiguran mereka merupakan bagian dari aqidah Ahli Sunnah wal Jama'ah serta pokok dari manhaj para salaf rahimahumullah. Semoga Allah Ta'ala senantiasa menjaga para ulama rabbani yang berjuang menegakkan agama ini, meninggikan derajat mereka serta memasukkan mereka ke dalam surga-Nya bersama para nabi dan rasul, aamiin.[]

Baca Juga