Keajaiban Muraqabatullah

Buletin
Abu Hasan
20 Dec 2019
Keajaiban Muraqabatullah


Oleh: Maulana La Eda, Lc., M.A.


 "Meskipun Khalifah Umar tak melihat kita, tapi Tuhan Umar melihat kita!"


Kalimat di atas terucap dari seorang gadis salehah malam itu kepada ibunya.Setelah ibunya dengan setengah memaksa memintanyauntuk mencampurkan air ke dalam susu jualannya, padahal hal tersebut telah dilarang oleh Khalifah Umar radhiyallahu'anhu.

Ternyata, percakapan di atas terekam di balik dinding rumah mereka. Sang Khalifahbersama khadimnya, Aslam mendengar dengan baik percakapan mereka.Sebenarnya Khalifah Umar sedang beristirahat karena kelelahan dari ronda malam di Madinah. Sang Khalifah yang terkenal tegas itupunseketika merasa kagum pada sang gadis lantaran sifat muraqabahnya yang sangat luar biasa terhadap Allah Ta'ala.

"Wahai Aslam, tandai pintu rumah ini dan ingatlah lokasinya secara baik,"ujarnya kepada pembantunya sebelum meninggalkan tempat.

Apa gerangan yang diinginkan oleh Sang Khalifah terhadap penghuni rumah ini? Keesokan harinya, Umar menyuruh Aslam untuk datang mengecek status penghuni rumah tersebut. Ternyata, sang ibu tersebut adalah seorang janda, sedangkan putrinya yang sangat salehah tersebut adalah seorang gadis perawan yang belum menikah, sekaligus putri seorang sahabat mulia, Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafiy.

Mengetahui informasi ini, Umar radhiyallahu'anhu pun mengumpulkan tiga putranya, yaitu Abdullah, Abdurrahman dan Ashim, lalu berkata, "Apakah salah seorang di antara kalian ada yang mau melamar gadis salehah ini? Seandainya saya masih punya keinginan beristri lagi, maka sayalah yang akan mendahului melamarnya disbanding kalian!" Demikian kata-kata motivasi Umar kepada mereka.

"Kami punya istri dan belum ingin menikah lagi", sahut Abdullah dan Abdurrahman.

Adapun Ashim yang masih jomblo, ditambah mendapatkan tawaran nikah dari Sang Ayah dengan calon istri yang salehah, tentu sangat semangat mengiyakan tawaran ayahnya, "Wahai ayahku, saya masih bujang, maka nikahkanlah saya dengan wanita itu".

Lalu Umar pun mengirimkan lamaran pada gadis salehah tersebut untuk dinikahi oleh Ashim. Dari pernikahan Ashim bin Umar bin Khattab dengan gadis salehah tersebut yang bernama asli Ummu 'Umarah binti Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafiy; Dan dari wanita shalihah ini lahirlah seorang putrid yang kelak menjadi ibu Khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Luar biasa! Begitulah buah positif sebuah muraqabatullah yang merupakan inti dari kesalehan, sanggup memberikan pengaruh besar terhadap kesalehan anak keturunan. Umar bin Abdul Aziz, salah satu khalifah terbesar dalam sejarah Islam, adalah salah satu buah positif dari kesalehan sang nenek yang tergambarkan dalam sifat muraqabatullah dalam dirinya.

Muraqabatullah adalah inti ibadah dan keimanan. Ia tak hanya berupa rutinitas ibadah dan takwa dalam arti umum, namun ia adalah ibadah dan takwa yang disertai rasa kehadiran Allah Ta'ala dalam setiap gerak gerik dirinya. Muraqabatullah adalah ihsan yang merupakan derajat tertinggi sikap agamis seorang muslim. Ini disebutkan dalam hadis Jibril 'alaihissalam, bahwa Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, "Ihsan adalah engkau menyembah Allah seakan-akanengkau melihat-Nya, bila merasa tidak melihatnya maka merasakan bahwa Dia melihat engkau".

Al-Harits Al-Muhasibiy rahimahullah ketika ditanya tentang makna muraqabatullah, beliau menjawab, "Kesadaran hati akan dekatnya (adanya pengawasan) Allah Ta'ala terhadap diri kita".

Kesadaran inilah yang menyelamatkan Nabi Yusuf 'alaihissalam dari perbuatan maksiat zina tatkala digoda oleh seorang istri petinggi Mesir saat berduaan dengannya dalam kamar yang terkunci, sebagaimana dikisahkan dalam Al-Quran: "Dan Yusuf pun berkehendak (untuk melakukan perbuatan itu) kepadanya, sekiranya ia tidak melihat tanda (merasakan iman dan muraqabatullah) dari Tuhannya".(QS Yusuf: 24).

Di antara kisah indah kontemporer tentang muraqabatullah adalah kisah seorang pemuda dari salah satu daerah di Mesir yang menuntut ilmu di Kota Kairo. Suatu waktu, nafkah kiriman orang tuanya dari kampungnya terlambat datang, sehingga selama tiga hari perutnya hanya dikenyangkan oleh air, dan ia enggan mengemis pada orang lain. Di hari ketiga ia terpaksa meninggalkan majelis gurunya demi mencari sesuap makanan. Di sebuah lorong sempit ia mendapati ada rumah yang pintunya terbuka, dan di baliknya ada rak yang berisi makanan. Karena lapar sekali, ia pun masuk dan mengambil makanan tersebut, namun ketika ia meletakkannya di mulutnya, ia teringat bahwa Allah tak meridai perbuatannya ini, apalagi ia adalah seorang penuntut ilmu. Lalu seketika ia mengembalikan makanan itu ke tempatnya dan bergegas menghadiri kembali majelis gurunya dalam kondisi sangat lapar.

Tatkala kajian gurunya selesai, tiba-tiba ada seorang ibu setengah baya yang mendatangi gurunya dan berbicara empat mata dengannya. Setelah itu, sang guru berkata pada pemuda yang masih menahan lapar tersebut, "Wahai pemuda, apakah Anda ingin menikah?".

Pemuda tersebut menjawab, "Wahai Syekh, jangan becanda, saya ini sudah tiga hari tidak ada makanan yang masuk ke lambungku, lalu bagaimana bisa Anda menawariku menikah?"

"Wanita ini datang padaku untuk mencarikan suami bagi putrinya, karena ayahnya sudah wafat dan meninggalkan kekayaan yang lumayan banyak. Ia ingin putrinya dinikahkan dengan pemuda saleh agar dialah yang mengurusi harta ayahnya."Sahut gurunya dengan panjang lebar.

Mendengar kata-kata gurunya tersebut, pemuda itu pun memutuskan menerima tawaran pernikahan itu.

Lalu bersegeralah mereka semua yang ada di majelis itu menuju rumah wanita separuh baya itu untuk menikahkan pemuda ini dengan putrinya. Ternyata rumah calon mertuanya tersebut adalah rumah yang ia masuki sebelumnya untuk mengambil makanan sebelum menghadiri majelis gurunya. Ketika masuk ke rumah itu, pemuda itu pun menangis.

"Kenapa Anda menangis? Apakah karena kamu menikah secara terpaksa?" selidik sang guru yang keheranan pada dirinya.

Ia menyahut, "Tidak, namun sebelum saya ke majelis tadi saya sempat masuk ke rumah ini untuk mengambil makanan karena kelaparan, namun saat hendak memakannya saya merasa Allah Ta'ala mengawasiku dan tidak rida dengan makanan haram yang akan aku makan, lalu aku pun mengembalikannya. Tetapi Allah malah menggantinya dengan yang lebih baik darinya di tempat yang sama."

Sungguh, siapa yang benar-benar menerapkan muraqabatullah dalam hati dan perilakunya, niscaya Allah Ta'ala akan melindungi dan menolong-Nya. Mahabenar Allah tatkala berfirman, "Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya, dan Dia memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka". (QS Ath-Thalaq: 2-3)

Muraqabatullah sangat penting untuk ditanamkan dalam diri kita, juga dalam diri orang-orang yang kita didik agar bisa meraih rida Allah dan kebahagiaan dunia akhirat.

Ketiadaan sifat muraqabatullah dalam hati menyebabkan petaka yang sangat besar, karena akan membuat seseorang bermaksiat sekehendaknya kepada Allah, dan hal ini sanggup menghapus berbagai pahala kebaikan yang ia lakukan.

Dalam suatu hadis Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Saya sungguh tahu sekelompok umatku yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala kebaikan laksana gunung-gunung Tihamah yang putih, namun Allah malah menjadikannya laksana debu yang beterbangan".

Mendengar ini, Tsauban radhiyallahu'anhu berkata, "Wahai Rasulullah, sebutkanlah karakter mereka dan terangkanlah siapa mereka kepada kami, agar kami tidak menjadi bagian dari mereka dalam keadaan tidak menyadarinya".

"Mereka adalah saudara-saudara kalian, sebangsa kalian, mereka beribadah malam sebagaimana kalian beribadah malam, akan tetapi mereka adalah kaum yang apabila menyendiri, mereka melanggar hal-hal yang diharamkan Allah." Jawab beliau.

Wassalaam.

Baca Juga